[caption caption="Gestapu 1965: PKI, Aidit. Sukarno dan Suharto | Ilustrasi: mizanstore.com"][/caption]Judul : Gestapu 65: PKI, Aidit, Soekarno dan Soeharto
Penulis : Salim Haji Said
Penerbit : Mizan, Jakarta
Cetakan : I, Oktober 2015
ISBN : 978–979–433–905–3
Info: mizanstore.com | temanbuku.com
Peristiwa G 30 S 1965 masih menjadi perdebatan dalam narasi sejarah dan pengetahuan negeri ini. Analisa dan tafsiran mendalam atas peristiwa ini, menjadi bagian tak terpisahkan dari gelombang perdebatan para peneliti. Riset dan publikasi mengenai peristiwa Gestapu memberi pelbagai variasi pelaku-korban dan perspektif alternatif untuk membaca peristiwa secara komprehensif.
Ratusan publikasi berupa buku, jurnal dan laporan riset menjelaskan tentang kronologi, analisa hingga liputan di balik peristiwa ini. Salah satu publikasi penting untuk menyegarkan analisa terhadap peristiwa ini, adalah karya Salim Haji Said, “Gestapu 1965: PKI, Aidit, Soekarno dan Soeharto”. Buku ini, menjadi salah satu alat teropong yang memberikan tawaran alternatif di balik peristiwa 1965. Dalam narasi buku ini, Salim Said memosisikan diri sebagai reporter dan pengamat yang merekam jelas peristiwa 1965 dalam jarak pendek.
Salim Said mencatat bagaimana kontroversi tentang peristiwa 1965 muncul, pada mula hadirnya naskah analisis dari peneliti Universitas Cornell, yang disebut sebagai “Cornell Paper”. Naskah ini merupakan hasil analisa dua Indonesianis, yaitu Ben Anderson dan Ruth McVey, yang bekerja pada Pusat Studi Asia Tenggara di kampus tersebut.
Cornell Paper menjadi polemik yang menarik, tidak saja menghantam versi resmi pemerintah yang menuduh PKI sebagai dalang di balik tragedi 1965, namun juga memberikan analisis mendalam dengan data-data kuat. Dalam laporan Cornell Paper, peristiwa 1965 disebabkan terutama oleh konflik internal di Angkatan Darat (AD). Dalam catatan para peneliti Cornell, telah lama berkembang sikap kritis di kalangan para perwira di Kodam Diponegoro, Jawa Tengah terhadap para perwira Diponegoro terhadap perwira Diponegoro di Markas Besar Angkatan Darat, Jakarta.
Dalam analisis sementara tersebut, para perwira di Semarang melihat senior mereka yang menempati posisi-posisi strategis di Jakarta, sudah terkorup oleh kehidupan ibu kota dan menghianati nilai-nilai idealisme berupa prinsip kerakyatan dan kesederhanaan, yang menjadi ciri khas didikan perwira Diponegoro di Jawa Tengah. Melihat analisis Cornell Paper, Salim Said menyatakan bahwa ada sebuah hal aneh, yakni PKI dinyatakan sebagai korban dalam peristiwa 1965. Akan tetapi, PKI juga ingin agar peristiwa ini dianggap sebagai “konflik internal Angkatan Darat”. Salim Said juga mencatat, bahwa naskah Cornell Paper menunjukkan bahwa Ben Anderson sangat lihai sebagai peneliti budaya Jawa.
“Saya sendiri secara kecil-kecilan pernah terlibat dalam diskusi mengenai garis pemikiran paper tersebut. Dalam sebuah kesempatan jumpa Ben Anderson di rumah Soe Hok Gie di Jalan Kebon Jeruk, Jakarta, pada 1967, saya sempat beradu argumentasi dengannya. Saya katakan kepada Ben, kalau dia berada di Jakarta dari 1963 hingga Oktober 1965, seperti saya, dengan seksama mengikuti perkembangan politik, akan sulit sekali baginya untuk tidak melihat bahwa PKI memainkan peran penting di balik Gestapu.
Tafsiran bahwa PKI secara tunggal berada sepenuhnya di balik Gestapu memang dominan dan satu-satunya tafsiran pada waktu itu. Bahkan, jauh sebelum mulai bekerjanya secara sistematis mesin kampanye militer dalam menumpahkan sepenuhnya hanya kepada PKI” (hal. 101). Salim Said menjadi salah satu peneliti-saksi sejarah yang mewartakan secara jernih peristiwa 1965.
Misteri Pater Beek
Sebagai sejarah gelap, peristiwa 1965 mengundang pelbagai tanda tanya, akibat simpang-siur data serta analisa yang menjelaskan peristiwa ini. Salah satunya, tentang bagaimana sosok bernama Pater Beek memiliki peran penting dalam peristiwa ini. Salim Said mengenal nama Beek dari perbincangan dengan kawannya, Wiratmo Soekito.