Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Menziarahi Sufisme di Eropa

29 Januari 2016   15:53 Diperbarui: 29 Januari 2016   15:59 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

------

Jamal Malik & John Hinnels (ed), Sufi-Sufi Diaspora: Fenomena Sufisme di Negara-Negara Barat, Mizan, 2015

Order: http://bit.ly/1ZY4PG9[caption caption="Kisah komunitas-komunitas sufi di Eropa "][/caption]

 

------

Di tengah perkembangan agama Islam ke negeri-negeri Barat, khususnya di kawasan Amerika dan Eropa, muncul sebuah dinamika tentang tasawuf. Migrasi keluarga muslim dari beberapa negara Asia dan Turki, menjadi bagian dari terbentuknya diaspora muslim yang kemudian menunjukkan identitas berupa aliran tasawuf. Perkembangan ini, juga menarik minat dari warga negara di kawasan Eropa dan Amerika, tentang makna sufisme sebagai gerakan alternatif yang mengusung toleransi, cinta kasih dan keindahan. 

Buku “Sufi-Sufi Diaspora: Fenomena Sufisme di Negara-Negara Barat” yang diedit oleh Jamal Malik & John Hinnels menjadi karya menarik untuk menjelajahi perkembangan sufisme di kawasan Eropa dan Amerika. Jika, selama ini negara-negara Eropa dan Amerika dianggap sebagai negeri sekuler, ternyata sufisme memiliki daya tarik yang mempesona di negara-negara tersebut. 

Buku ini, menunjukkan bahwa sufisme pada umumnya, dan sufisme di negara-negara Barat pada khususnya, menyediakan beragam artikulasi budaya yang saling berinteraksi dalam ranah publik yang makin beragam, di tengah masyarakat post-modern dan post-sekular. Dalam konteks ini, sufisme memiliki model artikulasi yang beragam dan bersifat altenatif, serta pembentukan visinya tentang Islam yang kaya dalam khazanah spiritualitas dan budaya, menjadikan sufisme menarik perhatian orang-orang Barat. 

Gelombang Sufisme
Dalam catatan Gisela Webb, sufisme masuk di dunia Barat dalam tiga tahapan: pertama, dimulai pada 1920-an yang didasarkan pada pengetahuan oriental. Gelombang ini, membawa kaum sufi ke Amerika Serikat dalam rangka membawa ajaran mereka ke belahan dunia yang dapat diduga hampir tidak ada spiritualitas apapun. Gelombang kedua, berlangsung sepanjang 1960-an dan 1970-an, dan ditandai dengan kebangkitan-kebangkitan warisan muslim yang hilang dan pencarian spiritualitas di kalangan orang Amerika. Sedangkan, gelombang ketiga, ditandai dengan kehadiran Bawa Muhaiyadden Fellowship yang dimulai pada 1970an di Philadelphia, yang memfokuskan diri pada spiritualitas universal (hal. 36). 

Sufisme tidaklah tunggal (monolitik) sebagaimana tidak tunggalnya hukum Islam. ‘ortodoksi Islam’ atau fundamentalisme Islam. Sebaliknya, menurut Jamal Malik, sufisme sangatlah pluralistik, kompleks, berbeda-beda, bahkan terkadang bertentangan. Sebab, ada perbedaan kepribadian di kalangan guru sufi dalam mengajarkan sufisme, sehingga ide-ide sufisme berubah dari orang ke orang, dari kelompok ke kelompok, bergantung pada konteks dan fungsinya (hal. 17). Dengan demikian, lingkungan dan konteks sosial politik sangat mempengaruhi perkembangan serta identitas kelompok sufi di negeri-negeri Barat.

Menurut Jamal Malik, persoalan yang menarik dari fenomena perkembangan sufisme di Barat adalah perdebatan tentang identitas. Menurutnya, hal penting yang terkait dengan isu kontruksi dan rekonstruksi sejarah dan tradisi dalah persoalan identitas anggota-anggota gerakan dan tarekat: dari perspektif internal maupun eksternal. Menurut analisis Jamal Malik, identitas campuran dianggap sebagai prosedur dalam pergaulan antara referensi diri dan referensi yang-lain. “Identitas bisa diubah dengan mengikuti konteks, dan karenanya relatif bersifat situasional, majemuk atau kolektif. Identitas lebih bersifat terbuka ketimbang tertutup. Dengan demikian, identitas bukan sesuatu yang terberi, melainkan dalam proses menjadi, yang menjadi bermakna di dalam konteks” (hal. 50). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun