Selain membutuhkan tempat tinggal, mahasiswa juga harus memenuhi kebutuhan untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk pendidikan. Hal ini juga menjadi peluang bisnis baru bagi masyarakat setempat untuk membuka usaha, seperti toko klontong, laundry, toko ATK, jasa print, fotocopy, dan penjilidan, rumah makan, dan kafe. Peluang bisnis yang besar ini mampu mendatangkan rezeki yang berlimpah sehingga perekonomian masyarakat setempat menjadi membaik.
Namun, seiring dengan berkembangnya waktu, peluang bisnis ini tidak hanya dimanfaatkan oleh penduduk setempat saja. Banyak masyarakat yang datang dari luar daerah, yang ikut membangun bisnis di kawasan tersebut. Hal ini semakin memperkuat persaingan bisnis di kawasan sekitar kampus.
Infrastruktur Turut Dibangun
Perkembangan kawasan kampus juga ikut berdampak ke kawasan sekitarnya. Infrastruktur pendukung seperti jalan, jembatan, sumber daya air, listrik, telekomunikasi, dan lain-lain turut dibangun. Kawasan sekitar kampus sebagian besar dipenuhi oleh indekos. Dengan demikian, dibutuhkan jalur yang memadai sebagai akses mahasiswa dari tempat tinggalnya ke kampus. Oleh karena itu, terus dilakukan pembangunan, pelebaran, serta perbaikan jalan dan jembatan di lingkungan tersebut. Perbaikan jalur drainase untuk menghindari banjir saat cuaca hujan juga ikut dibangun. Selain mahasiswa, perkembangan infrastruktur ini yang terus membaik ini juga pastinya bermanfaat bagi penduduk setempat.
Namun, keluhan terkait infrastruktur ini juga diutarakan oleh masyarakat setempat, khususnya yang mengelola dan memiliki bisnis indekos. Keluhan utama yang menjadi kepedulian masyarakat yaitu sumber daya air.
Mahasiswa biasanya membutuhkan air yang sangat banyak atau dalam istilahnya "boros" dalam menggunakan air. Sementara, air yang tersedia jumlahnya terbatas. Rata-rata masyarakat setempat harus memiliki tandon air lebih dari satu untuk mendukung satu komplek indekos. Tanpa mengandalkan tandon dan pompa air, persediaan air yang ada terbatas serta kualitasnya juga buruk (keruh).
Perbedaan Mahasiswa Generasi "Lama" dan Generasi "Baru"
Jiwa-jiwa sosial yang ada dalam generasi mahasiswa "lama" sudah terdegradasi dan jarang sekali ditemukan dalam generasi mahasiswa "baru". Berdasarkan penuturan masyarakat asli yang memiliki indekos, dahulu tidak ada pembatas antara mahasiswa dengan masyarakat.
Mahasiswa generasi "lama" turut berpatisipasi dalam kegiatan warga, banyak dari mereka juga memberikan pendidikan gratis bagi anak-anak setempat. Selain itu, masyarakat juga menuturkan bahwa mahasiswa generasi "lama" lebih sopan dan santun. Hal ini bisa dilihat dari aktivitas sehari-hari. Mereka tidak segan untuk menegur dan berkomunikasi dengan masyarakat sekitar. Mahasiswa generasi "lama" saat itu sering dianggap anak sendiri oleh pemilik indekos.
Perbedaan yang paling menonjol adalah mahasiswa generasi "baru" cenderung lebih "cuek" dan tidak acuh terhadap keberadaan masyarakat setempat. Mereka dinilai kurang peduli terhadap lingkungannya dan hanya mementingkan dirinya sendiri. Mahasiswa generasi "baru" kurang membaur dengan masyarakat sekitar, mereka juga enggan untuk ikut berpatisipasi dalam kegiatan warga walaupun sudah diingatkan dan diminta secara baik-baik.