Tidak terasa sudah menjelang pekan ketiga di bulan Januari 2019 yang terasa cukup istimewa, sekaligu lumayan berat (sepertinya...) Â Selain sebagai penanda dimulainya perhitungan tahun yang baru dalam siklus perjalanan waktu, bulan Januari di Indonesia juga menjadi titik awal paruh kedua dalam kalender pendidikan kita yang dihitung berawal dibulan Juli dan berakhir pada bulan Mei/Juni.
Andai bulan Januari ini berupa manusia, maka sungguh berat beban yang harus ditanggung olehnya. Dalam separuh perjalananya terjadi peristiwa yang memunculkan berbagai berita penyita perhatian publik, dari hoax tujuh kontainer, keputusan KPU soal penyampaian visi-misi capres dan cawapres sampai tentang terlibat kegiatan asusila komersial.Â
Yang beritanya menurut saya bukan lagi tentang ketidak pantasan peristiwa tersebut melainkan mangangkat sisi sensasinya dengan munculnya bilangan angka, serta nama-nama (yang dianggap orang beken) lainnya.
Terakhir, Januari juga menjadi pentas bagi naiknya harga tiket pesawat rute domestik dan hilangnya fasilitas free bagasi pada maskapai Lion Air yang menjadikan penerbangan ke Jakarta via Malaysia menjadi lebih murah dibandingkan  menggunakan rute domestik Aceh-Jakarta.
Secara khusus Januari 2019 ini begitu istimewa, karena menjadi pintu yang menghantarkan kita memasuki suatu periode yang sering disebut dengan istilah tahun politik terkait dua agenda besar pesta demokrasi yaitu pilpres dan pileg yang akan dilaksanakan serentak pada 17 April 2019 yang hawa dan suasanya telah merasuk kemana-mana, termasuk dunia pendidikan  terutama para guru sebagai bagian di dalamnya.
Guru dalam status nya sebagai warga negara Indonesia tentulah mempunyai hak-hak politik yang tidak hanya di akui tapi juga dilindungi hak politiknya secara setara dan sama dengan warga negara lainnya. Â
Selain itu dalam sudut pandang yag lain, guru juga mempunyai sikap politik berdasarkan pandangan dan sudut pandang sendiri yang berujung pada sikap memihak pada salah satu partai politik atau pasangan capres dan cawapres.
Guru dalam profesinya sebagai pengajar dan pendidik tidak boleh bersikap anti politik, sebaliknya justru harus tahu dan mengikuti perkembangan politik. Politik adalah hak dan kewajiban yang harus di ajarkan dan di pahamkan kepada siswa selaku penerima tongkat estafet nbangsa dan negara.
Ramainya berita terkait politik dan perilaku (pelaku)nya yang cenderung mengabarkan dan mengangkat  politik dalam sudut pandang  negatif bisa menjadikan siswa (generasi muda ) memandang negatif politik dan bersikap antipati sehingga tidak mau peduli atau bahkan menolak ikut berperan di dalamnya.
Jika generasi muda kita mayoritas bersikap demikian, maka bisa dibayangkan apa yang akan terjadi pada lima tahun atau sepuluh tahun yang akan datang. Memang sikap dan pandangan seseorang terhadap politik dipengaruhi oleh banyak hal.Â
Namun menanamkan pemahaman yang benar tentang politik adalah sesuatu yang tidak boleh ditinggalkan, dan salah satu jalan untuk itu adalah melalui para guru di sekolah.