Pada bentang alam tersebut terjadi pertemuan antara berbagai kepentingan sehingga pendekatan kepemimpinan transglobal diperlukan agar dari sisi fungsi produksi tetap optimal namun tidak melampaui Daya Dukung Daya Tampung lingkungan, dan dari sisi sosial tetap memberikan manfaat yang nyata untuk kesejahteraan masyarakat. Cara berpikir Integratif diperlukan untuk mengintegrasikan semua aspek yang relevan dalam merencanakan program/kegiatan, termasuk bentang alam dan "siapa berbuat apa" serta bagaimana integrasi sumber pendanaannya.
Cara pikir holistik, tematik, spasial, dan integratif dalam pembangunan penting untuk mencapai tujuan negara, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Cara pikir ini pula yang menjadi dasar dalam menentukan Prioritas Nasional dalam kerangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Artinya perlu mempertimbangkan semua aspek yang relevan, memfokuskan perencanaan pada tema tertentu, mempertimbangkan aspek spasial geografis, dan kemudian mengintegrasikan semua aspek yang relevan. Dengan demikian, barulah kita berani memastikan progam/kegiatan tersebut dapat diimplementasikan dan memberikan kebermanfaatan.
Dalam konteks penggunaan dan atau pengelolaan ruang dan lahan di bumi pertiwi, maka cara pikir holistik, tematik, spasial, dan integratif tersebut diterjemahkan lebih fokus melalui pendekatan pengelolaan lanskap terintegrasi (Integrated Landscape Approaches). Yaitu salah satu strategi untuk mengatasi permasalahan lingkungan dan konflik kepentingan pada lintas sektor sehingga mampu meningkatkan dampak positif terhadap lingkungan dan sosial-ekonomi, seperti penanganan perubahan iklim, penurunan kesenjangan dan kemiskinan, peningkatan lapangan kerja dan lain sebagainya.
Pada bentang lahan yang menjadi ruang pertemuan lintas sektor, para pihak dapat mengidentifikasi terhadap pilihan intervensi kebijakan (pola pengelolaan) mana yang akan memberikan manfaat yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan. 'Pendekatan lanskap terpadu' adalah strategi tata kelola yang berupaya merekonsiliasi berbagai klaim penggunaan lahan yang saling bertentangan untuk menyelaraskan kebutuhan manusia dan lingkungan serta membangun lanskap multi-fungsi yang lebih berkelanjutan dan adil[1].
Pertanyaan berikutnya muncul.
Bagaimana memadu serasikan semuanya itu agar dapat berjalan dan atau diimplementasikan dengan baik ? Bukan hal mudah tentunya. Maka diperlukan seorang manajer dengan gaya kepemimpinan yang lebih adaptif, dinamis dan inklusif untuk menjawabnya. Kepemimpinan yang cerdas dan berpikir global untuk kelestarian ekonomi, sosial, lingkungan dan cerdas dalam tata kelola.
Jawaban atas kebutuhan kepemimpinan yang berpikir terpadu dalam konteks pengelolaan bentang alam di era global saat ini adalah kepemimpinan transglobal. Pemimpin transglobal adalah pemimpin yang fokus pada pembangunan organisasi yang sehat dan berkelanjutan di mana pun, kapanpun, dan siapapun komunitasnya. Berbagai dinamika, baik pertentangan kepentingan dan penggunaan lahan pada konteks bentang alam dapat direkonsiliasi melalui gaya kepemimpinan transglobal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H