Dalam level ekonomi keluarga sekalipun, peran ibu rumah tangga (IRT) bisa kita valuasi dari setiap aktivitas keseharian yang dilakukannya. Mulai dari mengurus rumah, mengurus anak, mengurus dapur-sumur-kasur, maupun aktivitas lain yang sebenarnya bisa kita hitung dan kalkulasi nilai rupiahnya. Apakah kita bisa menyebut kontribusi tersebut hampir tidak ada dalam ekonomi keluarga ? Rasanya tentu kurang adil.
Bagi mereka yang bekerja di luar rumah mungkin bisa berkata, "oh cuma ibu rumah tangga". Padahal jika dihitung dengan pendekatan harga pasar sekalipun, bisa jadi nilai pendapatan dari pekerjaan Ibu Rumah Tangga lebih besar dari rata-rata pendapatan yang bekerja di luar.
Kawasan hutan dan laut adalah ibarat Ibu bagi Nusantara. Darinya lahir berbagai sumber bahan baku yang memberikan rantai nilai panjang. Mulai dari petani di sekitar hutan, bagi nelayan di pesisir, bagi industri pengolahan, kontruksi, perdagangan, hotel dan restoran, pariwisata, hingga pertambangan dan penggalian, serta bagi usaha jasa lainnya.
Sangat disayangkan tentunya jika kontribusi sektor kehutanan dan perikanan masih dinilai hampir tidak ada terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Maka ada baiknya kita mengubah sudut pandang keekonomian kita menjadi sedikit lebih modern dari cara-cara konvensional yang selama ini langgeng diadopsi.
Pada saat penyelenggaraan Kongres Kehutanan Indonesia VII Â 2022 di Jakarta, Selasa (28/6/2022), Ibu Sri Mulyani, Menteri Keuangan RI mengatakan, Â "Indonesia itu isinya hutan sama perikanan, tapi dua sektor ini kontribusi ke dalam GDP (PDB) kita is almost nothing (hampir tidak ada). Enggak benar itu berarti,"
Secara data tentu kita sepakat, meskipun makna dan penghitungan bisa kita ulas lagi lebih dalam.
Mari kita kembali mengingat kondisi di awal masa Pandemi Covid-19. Ketika sektor lain mengalami pertumbuhan negatif, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa sektor pertanian, kehutanan dan perikanan justru menjadi penyelamat perekonomian nasional karena tetap tumbuh positif secara year on year pada kuartal IV 2020. Sektor yang mengalami kemunduran diantaranya ialah industri, perdagangan, konstruksi, pertambangan, transportasi dan pergudangan, akomodasi dan makan minum, jasa lainnya, jasa perusahaan, serta pengadaan listrik dan air.
Dari kondisi Pandemi kita bisa melihat bahwa, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan merupakan pondasi dari perekonomian bangsa yang tetap kokoh bertahan di masa sulit sekalipun. Pondasi yang dekat dengan lapisan masyarakat di kawasan pedesaan maupun pesisir.
Di era Tujuan Pembangunan Berkelanjutan saat ini, bukan saatnya membandingkan perolehan devisa sektor kehutanan dengan sektor lainnya. Kebijakan pembangunan kehutanan haruslah berpedoman pada paradigma bahwa sumber daya hutan tidak lagi hanya dijadikan sebagai komoditas ekspor semata dan penghasil devisa, tetapi sebagai modal Pembangunan Nasional untuk tujuan mewujudkan kemandirian bangsa dan menjamin akses yang adil dan merata terhadap kebermanfaatan hutan, serta terkendalinya dampak perubahan iklim.
Ada keseimbangan yang harus kita jaga. Ada daya lenting lingkungan yang harus kita rawat. Ada rakyat sekitar hutan yang harus ditingkatkan kesejahteraannya. Ukuran-ukuran tersebut tentunya tidak bisa dilihat dari kacamata PDB dan perolehan devisa semata. Semoga kita terhindar dari paradoks keberlimpahan atau kutukan sumber daya.
Oleh : Khulfi M. K