Mohon tunggu...
Khulfi M Khalwani
Khulfi M Khalwani Mohon Tunggu... Freelancer - Care and Respect ^^

Backpacker dan penggiat wisata alam bebas... Orang yang mencintai hutan dan masyarakatnya... Pemerhati lingkungan hidup... Suporter Timnas Indonesia... ^^

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menumbuhkan Cinta dan Geliat Ekonomi di Mangrove Borneo

27 Juni 2018   19:43 Diperbarui: 28 Juni 2018   17:49 3013
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika melihat peta Borneo, saya selalu membayangkan gambar kepala manusia yang sedang menghadap ke timur. Bagian hidungnya adalah Kabupaten Kutai Timur dan bagian matanya adalah Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur.

"Eye of Borneo", begitulah tampaknya sebutan yang pas untuk Berau. Karena di Berau kita bisa melihat perwakilan alam Borneo secara utuh. 

Mulai dari potensi tambang yang melimpah sampai berbagai objek ekowisata nan eksotis; mulai dari kearifan budaya hingga keanekaragaman etnisnya; mulai dari kekayaan hutan alam tropis di hulu sungai, ekosistem esensial karst, tanah gambut, sampai keunikan hutan mangrove di pesisirnya. 

Mulai dari kecantikan terumbu karang, habitat penyu hijau, hiu paus, sampai kekayaan hasil lautnya yang mendunia.

dok. pribadi
dok. pribadi
Tentunya siapa yang tidak mengetahui kemolekan alam bawah laut dan pasir putih pulau Derawan, Sangalaki, Kakaban dan Maratua. Keanekaragaman terumbu karang di laut Berau tertinggi ketiga di dunia; dan kedua di Indonesia setelah Raja Ampat. Sayang perjalanan saya ke Berau kali ini bukan untuk mengunjungi pulau-pulau itu.

Tapi tidak pula kalah seru pastinya. Kali ini saya berkesempatan berkunjung ke ekosistem mangrove di muara sungai Berau, yang merupakan benteng dari semua keindahan pesisir yang dimiliki Berau. Benteng bagi daratan dari abrasi, dan benteng bagi lautan dari pencemaran.

dsc0003-jpg-5b33925bab12ae1fe31c90d2.jpg
dsc0003-jpg-5b33925bab12ae1fe31c90d2.jpg
Hujan rintik di hari minggu di akhir bulan Februari tidak menyurutkan niat saya untuk mengunjungi Berau. Dua kali penerbangan dari Jakarta transit di Balikpapan, lalu saya mendarat di Bandara Kalimarau, Tanjung Redep.

Disini saya bertemu dengan Pak Setiyoko dan Pak Handoyo yang akan menjadi rekan perjalanan saya kali ini. Mereka telah lama bergabung sebagai pendamping dalam kegiatan pengendalian perubahan iklim FORCLIME, kerja sama antara Pemerintah Jerman dan Indonesia di Berau, yaitu pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+).

Sebelumnya lokus kegiatan FORCLIME berada di daerah Hulu Kabupaten Berau dan masih berlangsung sampai saat ini. Untuk tahun ini mereka mulai merancang berbagai program yang akan dilakukan di daerah estuari di kabupaten Berau, yaitu di kawasan Delta Berau yang dicirikan dengan ekosistem mangrove. Suatu hal yang baru dan tentunya sangat menarik untuk saya pelajari.

dsc0745-jpg-5b339609caf7db10a7671d82.jpg
dsc0745-jpg-5b339609caf7db10a7671d82.jpg
Jam di tangan masih menunjukkan pukul 7 pagi saat kami bertolak dari kota Tanjung Redep. Kami memulai perjalanan menggunakan speedboat bermesin 2x40PK menyusuri sungai Berau menuju daerah inti yang akan menjadi calon lokasi program Demonstration Activity REDD+ di daerah Muara Pantai atau Delta Berau. 

Luasnya kurang lebih 32 ribu hektar dan terdapat kurang lebih 15 pulau dengan luasan yang berbeda, seperti pulau Saudang Kecil, Saudang Besar, Lungsuran Naga, Lalawan, Semerah, Simaluka, Guntungan, Bingkar, dll.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun