Pada hari Minggu, 20 Agustus 2017 yang lalu, saya menemani bapak yang akan melayani pemberitaan firman pada kebaktian minggu di Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Majelis Sirumbia. Ibadah berlangsung di sebuah bangunan gedung gereja yang didirikan pada tahun 1978. Bangunan itu terlihat cukup tua, suasana sekitarnya sunyi, tenang di antara petak-petak lahan pertanian warga desa.
Sirumbia dulunya adalah barung-barung (perladangan, bhs. Karo) Desa Beganding Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo. Saat ini (2017) desa ini dihuni sekitar 165 kepala keluarga.
Ibadah yang dihadiri belasan kaum bapa dan kaum ibu serta beberapa anak kecil, remaja dan pemuda berjalan tenang. Diiringi alunan musik dari keyboard bermerek Korg yang dipetik oleh organis gereja bermarga Barus, dengan dukungan empat unit audio speaker berukuran sedang, yang masing-masing ditempatkan dua unit pada kedua sisi dinding gereja.
Walau terasa rutin dengan liturgi yang sudah baku, setiap kebaktian minggu sebenarnya membawa kesan dan pengalaman tersendiri setiap kali dihadiri.
Ibadah diawali pembacaan warta jemaat yang memuat informasi tentang seorang anak jemaat yang memperoleh beasiswa dari gereja, tentang kegiatan bazaar pengumpulan dana untuk kegiatan gereja. Ada juga kabar tentang anggota jemaat yang sakit ginjal dan harus rutin cuci darah sehingga membutuhkan dukungan doa dan dana.
Kabar sukacita, rasa khawatir, dan berita duka berbaur menyatu pada warta jemaat di hari Minggu itu. Kenyataan itu memberi gambaran bahwa dalam setiap keadaan hidup, sesungguhnya Tuhan senantiasa turut bekerja bagi setiap orang yang dikasihiNya, dengan cara-Nya.
Ibadah berlanjut dengan menyanyikan sebuah lagu yang diambil dari buku lagu (Kitab Ende-Enden GBKP) Nomor 417 berjudul "Kam Yesus Tuhanku" ciptaan alm. Adil Tarigan pada tahun 1997. Beliau meninggal dunia baru beberapa hari yang lalu (2017) di pulau Jawa.
Semua hal yang mungkin pada hari kemarin dirasakan biasa-biasa saja, bisa menjadi terasa berbeda tatkala berada pada tempat dan waktu yang istimewa.