Rabu, 4 Mei 2022, sekitar pukul 14.30 WIB, kapal mulai berlayar meninggalkan dermaga Pulau Banyak menuju pelabuhan di Desa Pulo Saruk Aceh Singkil. Cuaca cukup cerah pada hari itu.
Ada perasaan kuat yang muncul di hati ketika memandang gugusan Pulau Banyak semakin tertinggal jauh di belakang dari buritan KMP Aceh Hebat 3, ditambah rasa penasaran kepada Pulau Tuangku yang tidak sempat kami kunjungi, dan damainya Gunung Tiusa yang seperti menatap kami pergi. Adakah sesuatu yang menarik, tapi terselip dan luput dari perhatian kami selama 5 hari 4 malam berwisata di Pulau Banyak yang eksotis ini?
Sekitar 2 jam sebelum kami masuk ke kapal, saya sempat berbincang sejenak dengan seorang lelaki paruh baya di sebuah warung kopi di Pulau Baguk tempat kami menginap. Ia adalah seorang guru yang mengajar di SMP Negeri Haloban, sekolah itu berlokasi di Pulau Tuangku.
Pulau terbesar di Kecamatan Pulau Banyak Barat itu merupakan lokasi ibu kota Pulau Banyak sebelum pindah ke Pulau Balai setelah pemekaran. Jauh ke belakang, ternyata ada sejarah menarik yang terselip di antara eksotisme Pulau Tuangku dan damainya Gunung Tiusa.
Baca juga: Menikmati Liburan Keluarga Berbaur dengan Warga Pulau Banyak (Bagian Kedua)
Hubungan Pulau Tuangku dengan Kerajaan Pagaruyung
Sejarah yang terselip itu memicu rasa penasaranku selama perjalanan pulang. Bagaimana pun, peristiwa sosial yang didukung fakta-fakta sejarah yang terselip dalam keseharian masyarakat adalah sesuatu yang patut dipelajari dan dilestarikan. Barangkali masa depan pariwisata pun akan terkait dengan sejarah kehidupan masa lalu yang terselip itu.
Selain bernyanyi dengan iringan gitar bersama teman-teman di dek paling atas KMP Aceh Hebat 3 itu, saya menghabiskan banyak waktu mengobrol dengan pemandu kami selama menikmati liburan panjang di Pulau Banyak.
Menurut Ervan, pemandu kami yang juga mengelola biro perjalanan wisata "Pulau Banyak Online Tour", Pulau Tuangku dulunya merupakan pusat sebuah kerajaan bernama Kerajaan Bajaput. Nama kerajaan itu berasal dari kata dasar jemput, sebab rajanya pada masa awal berdirinya memang dijemput dari Kerajaan Pagaruyung, Sumatera Barat.
Nama Pagaruyung segera menyeretku kepada rasa ingin tahu yang lebih dalam. Kerajaan besar di ranah Minang ini setidaknya mungkin akan membawa sebuah hubungan dengan sejarah Tanah Karo dan kerajaan Haru pada masa lampu, meskipun itu adalah sebuah hubungan yang jauh.