Semoga semakin banyak orang yang menaruh perhatian terhadap kelangsungan hidup dan perkembangan museum yang berlokasi di jantung kota Berastagi ini.
Menuntaskan rasa penasaran yang tersimpan sejak masa kanak-kanak, pada Minggu (3/4/2022) kami mengunjungi desa Sempajaya, Kecamatan Berastagi. Saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar pada tahun 1990-an, saya sering mendengar bahwa di desa Sempajaya ini masih terdapat beberapa rumah adat Karo.
Wah, ini bagus sekali, pikirku pada waktu itu. Lagi pula letak desa ini sangat dekat dengan Berastagi, hanya sekitar 3 kilometer dan dapat dicapai dalam 10 menit perjalanan.
Sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang ramai dikunjungi di Sumatra Utara, persimpangan jalan menuju desa Sempajaya ini selalu dilintasi wisatawan setiap kali menuju Berastagi. Namun peninggalan budaya Karo dalam wujud rumah adat ini tampaknya tidak dirancang sebagai salah satu destinasi wisata untuk jangka panjang, begitulah kenyataannya.
Ketika kami berkunjung ke sana, tinggal tersisa satu rumah adat Karo di desa ini yang kini hanya dihuni oleh satu keluarga saja. Sayang sekali, karena penghuninya tidak di rumah jadi kami tidak bisa melihat-lihat suasana di dalamnya.
Mencoba mencari benang merah antara laju kepunahan rumah adat Karo yang tampak jelas di depan mata dengan upaya pelestariannya yang tidak mudah, maka kami melanjutkan perjalanan ke lokasi yang tidak jauh dari desa ini.
Adalah sebuah gereja Katolik, Gereja Inkulturatif Santo Fransiskus dari Assisi yang bercorak tradisional Karo di Berastagi. Masih dalam komplek gereja ada berdiri sebuah bangunan rumah adat Karo yang diberi nama "Rumah Gugung" Tirto Meciho.
Bahan-bahan pembangunan rumah adat ini asli bahan bangunan rumah adat Karo yang didatangkan langsung dari desa Dokan, Kecamatan Merek. Rumah adat Karo ini adalah salah satu di antara lima rumah adat Karo yang sebelumnya berada di desa Dokan, tapi karena kondisinya yang kurang terawat maka atas prakarsa mendiang Pastor Leo Joosten Ginting yang banyak berkiprah dalam upaya pelestarian kekayaan budaya Karo, rumah ini pun dipindahkan ke Berastagi.