Dalam sebuah perjalanan dari kota Padang menuju Istano Rajo Basa Pagaruyung di suatu sore pada 14 Februari 2022 yang lalu, kami membeli penganan unik yang banyak dijajakan di tepi jalan raya sekitar daerah Lubuk Alung, Sumatera Barat.
Nama penganan itu adalah bika daun taleh alias bika daun talas. Bahannya memang terbuat dari campuran parutan kelapa dan tepung yang dibungkus dengan daun talas lalu kemudian dipanggang hingga matang.
Penganan ini paling enak dinikmati saat masih hangat-hangatnya. Satu kemasan harganya Rp20.000. Ngomong-ngomong soal bika, ada sebuah ungkapan dari Buya Hamka.
"Laksana kue bika yang dibakar dari atas dan bawah." Itu adalah ungkapan untuk menggambarkan situasi dilematis dalam sebuah hubungan.
Api dari atas ibarat harapan dari salah satu pihak, sementara api dari bawah ibarat harapan dari pihak yang lainnya. Berat ke atas, niscaya putus dari bawah. Berat ke bawah, hilang hubungan dengan yang di atas.
Begitulah situasi dilematis menjelang kepulangan ke Kabanjahe pada hari terakhir kunjungan ke Sumatera Barat. Ada hasrat hati yang kuat untuk tetap mengunjungi Istano Rajo Basa Pagaruyung yang letaknya menuju ke arah Selatan, sementara Tanah Karo, tempat tujuan pulang, adanya di sebelah Utara Sumatera Barat.
Tebersit rasa pesimis bisa mencapai istana ini sebelum jam tutup. Namun, berkat pelajaran dari bika daun taleh Lubuk Alung itu, akhirnya kami pun menetapkan hati untuk tetap menuju Batusangkar demi mencapai istana kerajaan Pagaruyung yang termasyhur itu apa pun yang akan terjadi nanti.
Baca juga: Menyinggahi Bukittinggi, Menjemput Kenangan tentang Bung Hatta
Waktu sudah menunjukkan pukul 17.50 begitu kami tiba di pelataran parkir sekitar lingkungan istana ini. Sesuai informasi di mesin peramban Google, istana ini buka pada pukul 08.00 dan tutup pada pukul 18.00 WIB setiap harinya.