Beliau adalah Muhammad Siddik Surbakti. Dia menuturkan bahwa ada 8 orang nazir masjid sebelum dirinya, terhitung sejak wafatnya ayah beliau yang juga merupakan nazir masjid, pada tahun 1969 yang lalu.
Sejarah Masjid Lama Kabanjahe
Menurut Pak Siddik, tidak diketahui pasti persisnya peristiwa sejarah terkait awal berdirinya masjid ini, proses, serta latar belakang penamaannya.
Menurut penjelasannya, tokoh yang berperan penting dalam syiar agama Islam di Tanah Karo, khususnya di kota Kabanjahe, adalah seorang ulama bernama Haji Sulaiman Tarigan.
Beliau berasal dari Tiga Beringin yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo. Tuan Guru Haji Sulaiman Tarigan pernah menimba ilmu keislaman di Kedatukan Sunggal.
Sudah sejak lama kota Kabanjahe menjadi salah satu kota tujuan yang banyak dikunjungi pedagang dari Aceh. Utamanya dari Kotacane dan Blangkejeren.
Pusat perdagangan atau pasar terbesar di kota Kabanjahe dinamakan Pajak Lama. Lokasi pusat pasar Kabanjahe itu memang dekat dengan lokasi Masjid Lama ini.
Barangkali nama Masjid Lama berkaitan erat dengan lokasinya yang berdekatan dengan Pajak Lama. Kata "lama" sendiri biasa digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang sudah tua umurnya.
Pendirian masjid ini tidak terlepas dari dorongan permintaan para pedagang dari Aceh yang membutuhkan adanya masjid untuk mereka bisa melaksanakan shalat lima waktu.
Merespons hal itu, ulama dan para tokoh Islam di Tanah Karo pada masa itu meminta restu dari Sibayak Lingga untuk mereka bisa mendirikan sebuah masjid di kota Kabanjahe. Sibayak Lingga, bisa dikatakan merupakan raja (penguasa lokal) pada waktu itu, walaupun itu adalah masa-masa penjajahan Belanda.
Beliau memberikan persetujuannya atas niat untuk mendirikan sebuah masjid di kota Kabanjahe dan menyarankan agar mereka berkomunikasi dengan pemilik lahan yang dirasa cocok menjadi lokasi masjid.
Terbangunlah komunikasi dengan pihak keluarga bermarga Sembiring Brahmana yang merupakan pemilik tanah yang menjadi lokasi berdirinya masjid sekarang.