Sukamakmur, kita akan terhubung dengan pesona alam sebuah kawasan lembah yang diapit jejeran pegunungan Taman Nasional Bukit Barisan. Sukamakmur adalah sebuah desa yang termasuk wilayah kecamatan Sibolangit, kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
Bercerita tentang retreat centerKonon katanya, para pejalan dari arah dataran rendah yang menuju dataran tinggi Tanah Karo, ketika singgah di sekitar tempat ini seperti merasakan "bau langit". Proses monoftongisasi menjadikan "bau" dilafalkan menjadi "bo", dan dari sanalah asal kata "si bo langit" (yang bau langit, bhs. Indonesia).
Dikatakan bau langit mungkin maksudnya karena ketinggian tempat ini. Sebab dari titik lokasi ini menuju Tanah Karo jalannya akan terus menanjak menembus taman hutan raya Bukit Barisan menuju perbatasan Tanah Karo-Deli Serdang sebelum mencapai kota Berastagi.
Cuaca di sini tidak terlalu dingin dan tidak juga terlalu panas karena berada di antara dataran tinggi dan dataran rendah. Mirip hubungan antara Jakarta dan Puncak-Bogor, kabupaten Karo adalah daerah penyangga bagi kabupaten/ kota yang berbatasan langsung maupun terkait dengannya, yakni Medan, Binjai, dan Deli Serdang.
Oleh sebab itu daerah-daerah ini merupakan sebuah kawasan berikat atau wilayah aglomerasi yang disingkat menjadi Mebidangro. Itu adalah singkatan dari Medan, Binjai, Deli Serdang, Karo.
Kawasan Religi Bernuansa Rekreasi
Sukamakmur menawarkan pengalaman meditasi dengan suasana alam yang asri bernuansa rekreasi. Tidak mengherankan di sekitar kawasan ini banyak tempat-tempat wisata, mulai dari hotel, theme park, dan lokasi pemandian.
Lebih lanjut, khususnya bagi warga gereja, cerita tentang Sukamakmur tidak hanya terhubung dengan pesona alam. Ini adalah sebuah lokasi religius yang berkaitan dengan sejarah gereja, khususnya Gereja Batak Karo Protestan (GBKP).
Sejarah gereja GBKP berawal dari masuknya Injil kepada komunitas orang Karo di desa Buluh Awar pada 18 April 1890, dibawa oleh misionaris Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG) yang berpusat di kota Rotterdamm, Belanda. Adalah pendeta H.C. Kruyt dibantu beberapa misionaris dari Minahasa, Nikolas Pontoh dan kawan-kawannya yang melakukan karya pekabaran Injil ini.
Sembilan tahun kemudian, tepatnya pada 24 Desember 1899, gereja pertama di desa Buluhawar ditahbiskan. Pada hari itu juga diadakan kebaktian perayaan natal dengan bahasa Karo untuk pertama kalinya. Pada masa itu baru ada 25 orang yang menjadi Kristen di desa Buluhawar.
Melampaui sekat agama, walaupun Kristen yang pertama masuk ke wilayah ini, pelayanan misionaris sejak awalnya dilakukan sesuai dengan konteks masyarakat setempat meliputi pelayanan kesehatan dan pendidikan. Masih bisa dilihat bekas jejak pelayanan itu dalam fisik gedung sekolah swasta Masehi di Sibolangit.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!