Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menjaga Arah di Takhta Halimun

13 Mei 2021   01:54 Diperbarui: 13 Mei 2021   01:56 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lembah berselimut embun pagi (Dokpri)

Jarum penunjuk arah utara, lupa aku bawa. Kupandang langit mencari rasi bintang utara, fajar pun telah tiba.

Halimun belum beranjak dari lelapnya. Entah ada apa saja nun jauh di sana, di balik tabirnya. Selamanya, buana penuh hal-hal yang membingungkan.

Tersampir niat baik menjadi ketopong, percaya menjadi zirah, harapan menjadi perisai. Tapi buat apa kemenangan dengan pedang, bila arah sudah salah.

Hari makin siang, jalannya waktu tak terbendung. Ah, semoga saja kebingungan akan berguna. Barangkali jalan keluar ada di depan sana.

Halimun lihai mengelabui arah. Waktu pun terkadang takcukup menunggu pembuktian tiba. Meskipun jalan terus, kita bisa mujur, bisa juga buntung.

Berharap mujur terselip bagi tulus memelas. Kalau buntung, bukan main mengibakan. Wahai halimun, buat apa terus bersenang-senang di atas penderitaan?

Saat waktunya tiba, akankah bingung berguna? Di baliknyakah damai yang melampaui akal itu bersemayam?

Hari ini tiada jarum penunjuk arah. Aku lupa membawanya serta. Tiada rasi bintang utara, fajar menyamarkannya. Halimun masih meraja di takhtanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun