Angin berhembus kencang
Lebih dari biasa
Sore jelang malam itu sendu
Lebih dari dingin
Kususuri jalan pada sebuah taman
Indah, namun aku ingin pulang
Sayup-sayup terdengar suara lirih di tengah taman
Dia tampak bukannya tak berdaya, tapi gundah terpancar dari tatapan kedua bola matanya
Aku terbangun, ternyata masih tengah malam
Gelap gulita menyelimuti bumi
Kucoba kembali pejamkan mata, tapi raga terjaga
Ternyata aku hanya menyusuri sebuah taman di negeri imaji
Aku ingat, dia yang kutemui dalam mimpi memintaku 'tuk naikkan doa
"Berjagalah dan berdoalah
Waktu 'tuk pulang segera 'kan tiba"
Ah, apa pula ini?
Gemuruh perut bumi getarkan tingkap langit
Doa tinggal di belakang, meski raga terjaga
Dia yang tampak gundah, perlahan lenyap ditelan kabut
Aku cuma bermimpi
Fajar pun menyingsing, hari berganti
Sendu masih menyelimuti, ini Sabtu sunyi
Aku hampir lupa, semalam ada penganiayaan di perut bumi
Yang tampak kini hanya sisa-sisa bara api dan debu-debu halus yang terbang disapu angin
Sebelum ayam berkokok tiga kali jelang fajar hari ini
Aku sudah menyangkal mimpi ini sebanyak tiga kali
Ya ampun, aku seorang pendusta yang mencoba jujur dalam larik-larik doa
Maafkan aku, meskipun sudah terlambat kini
Aku tak mampu lagi menatapnya
Guratan sisa-sisa aniaya pada malam aku bermimpi
Aku hanyalah seorang yang mahir menyangkal suara hati
Selalu saja tersadar setelah ayam berkokok tiga kali
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI