Kebudayaan terbentuk dari banyak unsur, menurut Koentjaraningrat (1996) kebudayaan manusia di dunia ini terdiri dari 7 unsur kebudayaan yang universal yaitu bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem ekonomi atau mata pencaharian, sistem religi, dan kesenian.
Dalam kaitannya dengan sistem religi itu, maka ada salah satu ritus dalam tahapan kehidupan masa anak-anak pada masyarakat Karo yang dilakukan melalui upacara adat. Ritus kehidupan itu dinamakan "Ngelegi Bayang-bayang."
Dahulu kala, sebelum masuknya pengaruh agama-agama yang diakui oleh negara, sistem keyakinan masyarakat Karo adalah animisme. Yang mana upacara adat yang dilaksanakan merupakan wujud aktivitas penghormatan dan pemujaan kepada roh leluhur, yang dianggap memiliki kemampuan supranatural, dan dapat mendatangkan kebaikan maupun malapetaka.
Masyarakat Karo memiliki barbagai jenis upacara adat, namun seiring dengan perkembangan agama-agama resmi yang diakui oleh negara, maka beberapa upacara adat sudah jarang dilakukan, bahkan tidak dilaksanakan lagi. Meskipun ada juga beberapa upacara yang tetap dipertahankan karena dianggap sejalan dengan nilai-nilai agama. Singkatnya, budaya yang ditransformasi oleh agama.
Adat dalam pengertian ini juga dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan tingkatan usia, yakni adat untuk anak-anak, remaja, orang dewasa, dan orangtua, serta beberapa adat tambahan yang mendukung lainnya.
Keunikan dalam Tradisi Ngelegi Bayang-bayang
Ngelegi Bayang-bayang ini adalah salah satu ritus adat Karo dalam fase kehidupan terkait kelahiran. Tradisi ini merupakan adat untuk anak-anak yang masih dipertahankan walaupun dengan berbagai penyesuaian. Namun, kita masih bisa menemukan berbagai keunikan dalam pelaksanaan ritus adat yang satu ini.
1. Hanya Dilakukan untuk Anak Sulung
Anak pertama atau anak sulung pada masyarakat Karo mempunyai kedudukan yang istimewa. Oleh sebab itu, tradisi Ngelegi Bayang-bayang hanya dilakukan kepada anak sulung.
Bisa dikatakan bahwa tradisi Ngelegi Bayang-bayang ini adalah acara pemberian perhiasan untuk anak sulung.Â
Ragam perhiasan itu diberikan oleh pihak Kalimbubu (pihak pemberi istri) kepada anak sulung dari anak perempuan dan menantunya.Â