Tentang lagu-lagu Djaga Depari, kita akan menemukan nuansa semangat, perjuangan, penghormatan, dan rasa kasih persaudaraan terhadap sangkep nggeluh (kerabat), dan keindahan alam, dalam lirik lagu-lagu ciptaannya. Sebabnya tidak lain, pada masa hidup Djaga Depari, dia berada di tengah-tengah dan di antara kalak Karo (orang Karo), di mana filosofi hidup asali orang-orang Karo masih terpelihara dan dihidupi dengan baik, alam ciptaan Tuhan sebagai lokus nilai ke-Karo-an didihupi juga masih terjaga dengan baik.
Â
Tiga Jam Bersama H.K. Purba dan Antha Pryma Ginting
"Cara yang baik untuk "mpegeluh penggejapen" (menghidupkan perasaan) dan menyampaikan suara hati adalah dengan musik dan lagu yang dapat diterima secara universal. (Herri Ketaren Purba)
Zoominar kami bertiga tentang lagu-lagu Karo ini berlangsung selama tiga jam, sejak pukul 15:00 WIB sampai dengan pukul 18:00 WIB, pada Selasa, 5 Januari 2021. Saya dan impal Antha Pryma Ginting bertukar pendapat secara bergantian, dipandu oleh mama H.K. Purba, yang selain bertindak sebagai host, juga sebagai mentor.
Antha Pryma Ginting, artis, seniman, penyanyi Karo yang terbilang masih cukup muda ini adalah generasi muda seniman Karo yang berasal dari Desa Surbakti, Kecamatan Simpang Empat, Tanah Karo. Dari pengakuannya, ia sudah mengetahui lagu Karo sejak masa kecilnya.
Orang tuanya suka membeli kaset lagu Karo sejak dulu, pada masa radio transistor dan tape recorder masih berjaya. Dia mengingat betul saat pergi dan pulang dari ladang dengan kendaraan "gereta lembu" (gerobak/ pedati yang ditarik oleh seekor sapi), yang dilengkapi dengan kotak radio. Tape recorder itu, tak pernah lupa dibawa ke ladang oleh orang tuanya.
Sedikit tentang profil desa Surbakti dalam kaitannya dengan seni, bahwa di desa ini sejak dahulu sudah ada beberapa grup band Karo. Bahkan hingga kini masih ada satu grup musik tiup (brass) yang usianya sudah cukup tua.
Antha mengenal lagu Djaga Depari, di antaranya yang paling dia sukai yang berjudul "Sora Mido" dan "Simulih Karaben", mulai sejak SD. Saat itu usianya masih sekitar 9 tahun. Dia menyukai melodinya, walaupun liriknya belum terlalu dipahaminya pada masa itu.
Menurutnya, bahkan sampai sekarang banyak lirik lagu Djaga Depari yang perlu dicerna dengan cermat untuk bisa memahaminya. Lagu Djaga Depari menurutnya berisi lirik-lirik yang mendidik, dan mengundang kita untuk belajar memahaminya.
Lirik lagu "Simulih Karaben" contohnya. Klausa "cakap-cakap la radum"Â dan frasa "simulih karaben", itu bisa ditafsirkan sebagai metafora untuk menunjuk kepada "perjuma-kurumah" atau petani yang pulang pergi dari rumah ke ladang, dari pagi hingga senja menjelang setiap harinya. Singkatnya, menurutnya lirik lagu-lagu Djaga Depari bernilai klasik.
Nilai klasik itulah yang menurutnya sudah susah ditemukan pada lagu Karo masa kini. Djaga Depari tidak menyampaikan makna lagunya dalam bahasa dengan makna langsung dan sebenarnya, tapi memutar sebelum sampai ke tafsirnya yang lain. Lagu-lagunya akan membawa kita dari satu tafsir ke tafsir lainnya, begitulah kira-kira.