Ketika kakek dan nenek masih hidup, sewaktu kami menjual sayur-mayur hasil kebun ke pasar adalah waktu-waktu yang sangat menyenangkan.
Bukan karena keseruan menjual sayur-mayur itu, melainkan kesempatan untuk membeli jajanan pasar setelah sayur-mayur kami terjual ke pengepul atau agen sayur yang menawar. Itu adalah masa antara tahun 1986 hingga 1990.
Beberapa jajanan pasar yang saya senangi sejak masa itu hingga saat ini adalah "mi gomak" dan bakwan. Sementara itu, nenek saya paling menyukai gemblong. Saya menyukai jajanan ini, tentu saja karena nenek yang mengajak saya ikut serta ke pasar juga menyenanginya.
"Mi gomak" dibuat dari bahan mihun yang direndam dengan air hingga lunak dan kenyal, kemudian digoreng sedemikian rupa dengan campuran sayur manis, kecap manis dan asin. Yang membuatnya menjadi khas adalah cita rasa dari penyajiannya dengan campuran sambal kacang atau sambal tomat sebagai saus.
Di Jawa Barat bakwan disebut bala-bala, di Jawa Tengah disebut pia-pia, di Kota dan Kabupaten Malang disebut weci, di Sidoarjo dan Surabaya disebut ote-ote.
Bakwan sebenarnya berasal dari Tiongkok, terlihat jelas pada kata "bak" yang berarti daging. Namun, penggunaan kata bak sendiri sampai sekarang masih digunakan meskipun bakwan tidak lagi berisi daging atau udang.
Di daerah Jawa Timur gemblong dikenal dengan nama getas, dan terbuat dari ketan hitam, tidak sama dengan gemblong pada umumnya yang terbuat dari ketan putih.
Gemblong adalah jajanan pasar yang digemari oleh masyarakat Sunda, Jawa, dan Betawi sejak lama. Namun tidak diketahui secara jelas dari daerah mana kue gemblong ini berasal.
Saya masih berusia 3 tahun pada masa itu, sehingga tidak pernah ambil pusing siapa nama ibu yang menjualnya, dan bagaimana cara membuatnya. Kios penjual jajanan pasar itu berada di salah satu sudut pasar sayur-mayur "Pajak Telkom" Kabanjahe, yang sudah direlokasi sejak belasan tahun lalu.