Ungkapan di atas adalah nama dari sebuah komunitas, Anti Social Social Club, yang pada awalnya digagas oleh Neek Lurk, seorang berkebangsaan Korea yang tinggal di Los Angeles, Amerika Serikat. Neek merasa kalau dirinya adalah seorang yang tidak disukai oleh orang-orang di sekitarnya.
Cara mengkemas sesuatu secara ironis, termasuk ungkapan-ungkapan yang tercermin sebagaimana dalam nama komunitas sosial para anti sosial di atas, barangkali tidak terlepas dari beragam ironi yang hadir dalam kehidupan keseharian kita saat ini.
Setidaknya, sikap seseorang yang secara terbuka mengungkapkan identitasnya, termasuk identitas yang tidak lumrah menurut pandangan umum, akan memudahkan orang lain untuk menemukan wilayah-wilayah yang selama ini kurang diketahui orang-orang secara luas.
Apakah hal itu sehat atau tidak secara sosial tentu ada pendapat pakar yang lebih kompeten untuk menilainya. Tulisan ini hanya pendapat orang awam yang melihat kenyataan keseharian di masyarakat kita yang tampak akhir-akhir ini, dari kacamata orang awam, yang tentu saja berbeda-beda dalam sudut pandangnya antara satu dengan yang lainnya.
Sebagaimana penulis peta bumi kuno dari Italia yang memberikan label "Terra Incognita" bagi wilayah-wilayah muka bumi yang belum dijelajahi dan belum dikenali pada zamannya, hingga Christopher Columbus tiba di sana dalam penjelajahannya, dan menamainya "Dunia Baru".
Demikian juga halnya istilah "Terra Incognita" kemudian digunakan sebagai istilah dalam dunia penjelajahan kesehatan mental. Tanpa mau menghakimi mereka yang menyebut dirinya sebagai anggota klub sosial yang anti sosial sebagai sebuah penyakit mental, setidaknya keterbukaan seseorang dalam menyatakan dirinya sebagai seorang anti sosial akan mengungkapkan sebuah dunia baru, bila dihubungkan dengan pendapat Aristoteles, yang menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial (Zoon Politicon).
Namun, bila ditelisik dalam pengertiannya, para anti sosial yang menyatakan diri sebagai anggota dari sebuah klub anti sosial, sebenarnya tidak bertentangan dengan pendapat Aristoteles itu, yang menerangkan bahwa menusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain.
Sebagai anggota dari sebuah klub, bahkan para anti sosial sendiri masih sadar bahwa mereka membutuhkan sebuah komunitas untuk berinteraksi. Hal itu juga sejalan dengan pandangan Adam Smith, yang menyebut istilah mahkluk sosial dengan Homo Homini Socius, yang berarti manusia menjadi sahabat bagi manusia lainnya.
Bahkan lebih jauh, Adam Smith yang juga menyebut manusia sebagai Homo Economicus,atau makhluk ekonomi, cenderung tidak pernah merasa puas dengan apa yang diperolehnya dan selalu berusaha secara terus menerus dalam memenuhi kebutuhannya. Setidaknya, satu hal yang menyamaratakan semua manusia yang bisa saja mengklaim dirinya sebagai apa saja, tapi memerlukan kahadiran orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam memenuhi kebutuhan itu, bahkan yang mengklaim dirinya anti sosial sekalipun akan selalu berusaha untuk menjelajahi bentangan-bentangan wilayah yang sebelumnya mungkin tidak pernah dibayangkan ada untuk mengelola harapan. Apalagi kalau bukan harapan untuk hidup dengan umur yang panjang dan menemukan harapan baru sepanjang hayat dikandung badan.
Jadi, adakah sebenarnya yang bisa hidup terasing dari manusia lainnya bila manusia masih hidup dalam bumi yang sama? Dalam pencariannya yang tiada henti barangkali manusia dengan segala latar belakang mungkin hanya akan menemukan kehadiran sesamanya manusia. Bahwa mereka memiliki kebutuhan yang sama, setidaknya kebutuhan agar keberadaannya diakui.