Sesuai dengan amanat Pasal 22 ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa "Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang." Maka pada tanggal 31 Maret 2020 yang lalu, Presiden Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019Â (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Pertimbangan yang mendasari keputusan pemerintah tentang parameter "kegentingan yang memaksa" dibalik terbitnya peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini adalah:
- Penyebaran COVID-19 yang dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai pandemi pada sebagian besar negara-negara di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu dan telah menimbulkan korban jiwa, dan kerugian material yang semakin besar, sehingga berimplikasi pada aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat;
- Implikasi pandemi COVID-19 telah berdampak antara lain terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, dan peningkatan belanja negara dan pembiayaan, sehingga diperlukan berbagai upaya Pemerintah untuk melakukan penyelamatan kesehatan dan perekonomian nasional, dengan fokus pada belanja untuk kesehatan, jaring pengaman sosial (social safety net), serta pemulihan perekonomian termasuk untuk dunia usaha dan masyarakat yang terdampak;
- Implikasi pandemi COVID- 19 telah berdampak pula terhadap memburuknya sistem keuangan yang ditunjukkan dengan penurunan berbagai aktivitas ekonomi domestik, sehingga perlu dimitigasi bersama oleh Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk melakukan tindakan antisipasi (forward looking) dalam rangka menjaga stabilitas sektor keuangan;
Peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini dimaksudkan guna memberikan landasan hukum yang kuat bagi Pemerintah dan lembaga terkait untuk mengambil kebijakan dan langkah-langkah luar biasa dalam rangka penyelamatan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan, melalui berbagai kebijakan relaksasi yang berkaitan dengan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta memperkuat kewenangan berbagai lembaga dalam sektor keuangan.
Kebijakan keuangan negara yang dimaksud dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini meliputi kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, dan kebijakan pembiayaan. Dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara ini,Â
Pemerintah berwenang untuk mengambil beberapa bentuk kebijakan, yang salah satunya adalah menetapkan batasan defisit anggaran melampaui 3% (tiga persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB) selama masa penanganan COVID-19 dan/atau untuk menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan paling lama sampai dengan berakhirnya Tahun Anggaran 2022. Selanjutnya, ditetapkan bahwa sejak Tahun Anggaran 2023 besaran defisit ini akan kembali menjadi paling tinggi sebesar 3% (tiga persen) dari PDB, di mana penyesuaiannya akan dilakukan secara bertahap.
Sederet hal di atas, barangkali adalah kebijakan makro dalam menjaga perekonomian nasional yang ditangani oleh pihak yang berwenang dengan dukungan para ahli. Namun, bukan berarti kita tidak perlu mengetahui dan mengikuti perkembangannya, dalam kapasitas dan peran kita sebagai salah satu elemen riil ekonomi. Baik sebagai individu, anggota keluarga maupun warga negara.
Lalu apa yang bisa dilakukan oleh seorang individu, anggota keluarga dan warga negara di tengah potensi ancaman stabilitas sistem kuangan dan resesi yang membayang akibat pandemi COVID-19 yang telah mendera dua ratusan lebih negara di dunia ini? Apakah tindakan kita itu akan signifikan?
Berkaca dari Efek Kupu-Kupu
Dalam video sebuah episode tentang fenomena perkembangan gelombang laut di saluran National Geographic, dengan judul "Alien Deep: The Butterfly Effect", yang dibawakan oleh pembawa acara Bob Ballard, dijelaskan tentang berbagai pandangan para ahli terkait gelombang laut yang semakin mengganas dewasa ini, bila dibandingkan dengan beberapa dekade yang telah lalu. Indikator sederhananya antara lain terlihat melalui angka statistik peningkatan jumlah kapal yang tenggelam di laut akibat terjangan gelombang laut.
Dalam video itu disampaikan satu pendapat yang menarik dari seorang ilmuwan, pakar dalam oceanografi dan ahli bioengineer, bernama Dr. Kakani Katija. Ia mempelajari bagaimana air di samudra bercampur oleh kekuatan arus dalam jalur sirkulasi, pengaruh angin, dan hal-hal saintifik lainya.Â
Tapi menurutnya, pandangan manusia seringkali hanya terpaku pada apa yang terlihat di permukaan. Padahal ada hal-hal lain di balik permukaan yang juga berpengaruh walaupun nyaris tidak terlihat dan dipandang mungkin tidak terlalu signifikan. Itu adalah pengaruh dari makhluk-makhluk hidup yang bergerak di dalam laut itu sendiri.