Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Anakku adalah Kebanggaanku, karena Ia adalah Masa Depan

8 Maret 2020   00:36 Diperbarui: 8 Maret 2020   06:38 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peniel dan Jack, di sebuah ladang pada suatu waktu (dokpri)

Demikian juga halnya dengan masa depan! Seringkali yang terpampang dalam gambaran samar masa depan adalah suatu kesuraman, kecemasan dan kekhawatiran. Walaupun alangkah lebih baik sebenarnya kalau kita jelang mesa depan dengan mengharapkan hadirnya berbagai hal yang penuh sukacita. Toh baik cemas atau khawatir tidak akan mengubah keadaan, mengapa tidak bersukacita saja? Bukankah sukacita membawa pengaruh baik karena sukacita menciptakan atmosfer optimisme?

Kesesakan dalam menghadapi kenyataan dan sukacita dalam menyongsong harapan, akan selalu kita temui dan harus kita hadapi sekalipun tanpa kita sadari. Walaupun terkadang sulit untuk diterima, tapi itulah harmoni orkestra yang justru membuat hidup terhindar dari kejenuhan. Itulah sebabnya kita merasa setuju dengan ungkapan bijak dari masa lampu yang berkata, "Hidup kami singkat, berlalu dengan tergesa-gesa, dan hari-hari kami penuh dengan keluh kesah."

Suasana campur aduk yang demikian dalam hari-hari yang singkat ini sering membuat kita lupa pada satu dimensi yang memang sukar untuk dipahami. Bahwa pengenalan akan sumber hidup dan kehidupan itu sendiri, oleh Rasul Paulus disebutkan sebagai sumber damai sejahtera yang melampaui segala akal. Itulah sisi religiusitas manusia itu sendiri. Mungkin tidak kurang banyak kita yang akan mengingkarinya, maka jangan-jangan itulah yang menyebabkan mengapa pada hari-hari dewasa ini lebih banyak kita yang menganggap bahwa dunia kita adalah gambaran sebuah masa depan yang suram. Karena kita menjalani hidup jauh dari sumber kehidupan!

Keseharian kita dalam hidup adalah salah satu pokok bahasan yang mudah untuk memancing timbulnya kesamaan kesan, sekaligus perbedaan pandangan. Persoalan rumah tangga misalnya.

Dengan segala kompleksitasnya dan kadang-kadang kekonyolan yang tidak masuk akal, masalah-masalah itu meliputi mulai dari masalah pasangan yang baru menikah, masalah anak-anak, pekerjaan, ekonomi hingga penyakit yang diderita anggota keluarga. Kesemuanya ini menjelaskan bahwa kita sebagai manusia, semuanya memang tidak dapat menghindar dari persoalan kehidupan.

Terkait dengan kehidupan anak-anak pun tidak kalah pelik dengan masalah para orang tua. Bahkan dalam kadar tertentu seringkali orang tua merasa sudah putus asa karena masalah anak-anaknya.

Ketika kita membahas mengenai permasalahan anak dengan segala seluk-beluknya, tentu tidak terlepas dari kesan pribadi kita sendiri yang juga pernah merasakan kehidupan masa kanak-kanak. Sebuah perenungan kembali jauh mundur ke belakang, pada masa kecil kita, pastilah akan membawa kita pada sebuah perjalanan waktu yang lengkap dengan berbagai kesan yang dapat kita bandingkan dengan kenyataan hari ini ketika kita sudah menjadi orang tua, entah dengan satu atau beberapa orang anak, atau bahkan orang tua yang masih saja mengharapkan hadirnya anak-anak dalam kehidupannya.

Tanpa berniat untuk menjadi seorang melankolis yang berlebihan, tapi rasanya kenangan akan masa-masa ketika kita kanak-kanak adalah bekal penting yang dapat kita gunakan untuk menjadi orang tua yang lebih baik bagi anak-anak kita. Sekarang maupun di masa depan.

Dalam era informasi seperti saat ini, kita tentu saja kebanjiran referensi yang menyajikan pokok bahasan terkait dunia anak-anak. Baik dari sudut pandang ilmu kesehatan, biologi, psikologi, sosial ataupun religius. Baik yang ditulis dalam konteks keilmuan, hiburan, sosial budaya, keagamaan dan sebagainya.

Tetapi tetap saja, rekaman peristiwa yang meninggalkan kesan pribadi yang mendalam bagi kita pasti akan menentukan arah kecenderungan kita sebagai orang tua untuk memilih konsepsi pemahaman dunia anak yang bagaimana yang paling sesuai menurut konteks kehidupan kita.

Bila kita termasuk orang yang sering kali melupakan dan meninggalkan dimensi religius dalam hidup kita, mungkin karena bagi kita masalah-masalah religius itu sangat abstrak dan sulit dipahami, dibandingkan hal-hal yang bersifat praktis, sekali lagi, itu tidak mengherankan! Karena bagi sebagian besar kita, hidup memang hanya untuk hari ini, sebab hari ini adalah kenyataan. Bukankah masa depan pun tidak kalah abstrak dan sulit dipahami?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun