Ada yang lain dari peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-91 di Kabupaten Karo pada tahun ini. Selain upacara yang dilaksanakan pada saat hari hujan, dilaksanakan juga pembacaan deklarasi Pemuda Kabupaten Karo untuk menciptakan kedamaian dan menolak intoleransi oleh perwakilan pemuda lintas organisasi.
Selain itu, pembacaan doa juga tidak hanya oleh satu pemuka agama saja, tapi dilakukan menurut agama Islam, Kristen dan Katolik, sesuai pemeluk agama yang ada di Kabupaten Karo.
Rangkaian kegiatan tambahan pada upacara dalam suasana hari hujan kali ini, seakan menjadi tantangan tersendiri dalam memaknai peringatan dibacakannya ikrar pemuda pada Kongres Pemuda ke-2 tanggal 28 Oktober 1928 yang lalu.Â
Ikrar bertumpah darah satu, berbangsa satu dan menjunjung bahasa Persatuan Indonesia, seakan menjadi luruh bersama hujan dan udara yang sejuk kali ini.
Bila argumentasinya adalah konteks aktual ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan pembangunan kepemudaan serta rasa kebangsaan pada masa kini, barangkali nilai semangat kejuangan para pemuda melalui organisasi kepemudaan pada masa-masa awal pergerakan hingga revolusi kemerdekaan, masih tetap relevan hingga saat ini.
Apalagi ditambah dengan gangguan negatif perkembangan teknologi dan informasi yang pesat dewasa ini, maka semangat nilai juang pemuda masa kini barangkali justru harus berkali lipat dari pada masa perjuangan Boedi Oetomo dulu, walaupun dalam wujud yang berbeda.
Perbedaan wujud dan wadah perjuangan para pemuda masa kini dalam semangat kebangsaan berdasarkan esensi nilai-nilai ikrar pemuda hasil kongres dari masa lalu itu, adalah berkah dan keniscayaan dari kemajuan teknologi dewasa ini.
Ruang maya dan dunia digital kini menjadi dimensi yang lebih dominan diisi dan ditempati oleh manusia, secara khusus pemuda/pemudi yang memang menjadi anak kandung era teknologi digital dan keterbukaan informasi.
Bila dulu Boedi Oetomo sebagai organisasi pergerakan nasional yang mengorganisasi para anggotanya dalam wadah rapat-rapat dan terkadang dilakukan secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi, tidak lain karena penjajah adalah tantangan nyata yang menempati ruang hidup dan sewaktu-waktu dapat memergoki perjuangan mereka atau bahkan memenjarakannya.
Maka kini, di saat ruang hidup itu sudah pindah ke dunia maya dalam ruang yang dibangun dengan fondasi data serta kombinasi algoritma, maka bukan berarti ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan sudah tidak ada. Memang bukan lagi VOC atau kolonial Belanda, tapi penjajah masih tetap ada.
Ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan itu menjajah tanah air, rasa kebangsaan dan bahasa melalui kehidupan dan keseharian pemuda Indonesia.