Indikasi perasaan keterbuangan itu di masa kini, mungkin adalah metafora yang bisa kita temukan dalam berbagai bentuk. Entahkah itu di kehidupan keluarga-keluarga, di kehidupan sosial masyarakat kita, tantangan dalam keimanan umat beragama dan di kehidupan berbangsa kita. Tidakkah kita juga sering melihat gambaran "kehidupan yang gersang" seperti di lembah tulang belulang sebagaimana visi Yehezkiel dalam hubungan-hubungan kita? Lalu siapakah yang mampu memperbaikinya lagi kalau bukan Tuhan, bila Hawking sendiri tidak mampu menjelaskannya?
Optimisme memandang hidup meskipun dalam keterbatasan, sebagaimana dinyatakan Allison Jones, mungkin adalah gambaran tulang belulang kering yang sudah dibangkitkan, dibalut daging dan syaraf serta diberi nafas kehidupan yang kedua. Allison adalah seorang difabel yang merupakan atlet paralimpik Amerika Serikat yang berprestasi internasional. Katanya: "Andai aku dapat memohon agar hidupku sempurna, kemungkinan ini sangat menggiurkan, tapi aku akan merasa hampa, karena hidup tak lagi mengajariku apa pun."
Allison yang difabel tidak menyerah meskipun hidup dalam keterbatasan. Padahal pada saat yang sama, mungkin tidak kurang banyak juga manusia "normal" yang terlihat lebih memilih jalan kematian padahal masih eksis di kehidupan.
Referensi:
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Model_praksis_(teologi)
https://m.cnnindonesia.com/teknologi/20141022095711-199-7338/kontroversi-surga-palsu-dan-ketiadaan-tuhan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H