Dalam sebuah perjalanan dinas dari bandara internasional Kuala Namu, Deli Serdang menuju bandara internasional Sukarno Hatta, Tangerang Banten, menggunakan pesawat maskapai Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA191, saya menonton sebuah film dan memberikan review atasnya. Tentu saja ini bukanlah jenis review atas layanan maskapai Garuda, anggota dari Skyteam, yang sempat viral pada beberapa waktu yang lalu.
Sebagai seorang yang jarang bepergian menggunakan moda transportasi umum pesawat udara, saya tetap merasa bangga dengan maskapai milik Indonesia ini. Terimakasih kepada Garuda yang masih memberikan kesempatan menikmati hiburan multi media di dalam kabinnya, di samping bahan-bahan bacaan dan makanan minuman, di saat maskapai lain tidak memberikannya, padahal harga tiket tidak jauh-jauh beda. Masih terbilang sama-sama agak mahal semuanya, dibandingkan beberapa waktu lalu.
Adalah sebuah film yang berjudul The Darkest Mind, yang diproduksi pada tahun 2018 besutan sutradara Jennifer Yuh Nelson. Film dengan genre Sci-Fi ini diangkat dari kisah novel dengan judul yang sama ditulis oleh Alexandra Bracken. Selain The Darkest Minds, Alexandra Bracken juga menulis novel lainnya, diantaranya yang berjudul Never Fade, In The Afterlight, Throught The Dark dan Beyond The Night. Secara keseluruhan isi film ini adalah tentang sekelompok remaja yang berusaha melarikan diri dari ancaman pemerintah militer yang totaliter, karena mereka dianggap berbahaya dan mengancam kemanan dunia.
Film ini dibintangi oleh Amandla Stenberg yang berperan sebagai Ruby Daly, dan Mandy Moore yang berperan sebagai Cate. Ruby mengidap Idiopathic Adolescent Acute Neurodegeneration, yaitu Degenerasi Saraf Akut Remaja Idiopatik (IAAN). Penyakit degenerasi saraf akut ini telah menewaskan 98% anak dan remaja di Amerika.
Pada suatu hari, saat bangun pagi, setelah pada malam sebelumnya Ruby merayakan ulang tahunnya yang ke-10 bersama kedua orang tuanya, Ruby mendapatkan kenyataan aneh di dapur rumahnya. Menemui ibunya sehabis bangun pagi, sang ibu tidak lagi mengenali Ruby sebagai anak kandungnya. Akhirnya sang ibu mengurungnya di garasi mobil, hingga pihak keamanan datang menjemput Ruby dan membawanya ke suatu tempat yang rahasia.
Hidup di kamp pengasingan dan terpisah dari kedua orang tuanya membuat Ruby tertekan. Ia dihadapkan pada seperangkat alat medis dan seorang dokter yang tampak tidak bersahabat. Sang dokter mengatakan bahwa Ruby memang tidak sakit, tapi mereka berbeda.
Sang dokter menjelaskan tentang anak-anak di kamp itu yang dibagi kedalam berbagai kategori. Mulai dari anak dengan kategori hijau karena memiliki kecerdasan yang tinggi, kategori biru adalah anak-anak yang memiliki kemampuan telekinetis, hingga anak-anak yang berkategori oranye dan merah, yakni anak-anak yang punya kemampuan mematikan dan merupakan golongan langka yang berbahaya, hingga keberadaan mereka tidak diinginkan dan harus dilenyapkan.
Alat pengujian di ruangan itu sendiri menunjukkan bahwa Ruby adalah anak dengan golongan oranye. Ruby adalah anak dengan kemampuan luar biasa dalam membaca pikiran. Ia sadar bahwa ia dalam bahaya. Ruby secara spontan mempengaruhi pikiran sang dokter hingga ia mengubah penilaiannya menjadikan Ruby sebagai anak dengan golongan hijau.
Sehari-harinya di kamp itu Ruby berupaya menutupi identitas golongan oranye dirinya agar sebisa mungkin ia dapat lolos dari pengawasan dan tidak menimbulkan kecurigaan bagi tentara yang mengawasinya kalau ia tidak mau dihabisi.
Hingga pada suatu hari, ketika usia Ruby telah 16 tahun, ia bertemu seorang dokter bernama Cate, yang juga mengetahui identitas Ruby adalah dari golongan oranye. Ia membantu Ruby melarikan diri dari kamp pengasingan itu. Ruby akhirnya curiga dengan pertolongan ini, setelah dalam perjalan mereka bertemu dengan Rob, teman pria Cate di sebuah stasiun pengisian bahan bakar.
Saat berganti pakaian di swalayan yang ada di dekat pengisian bahan bakar itu, Ruby bertemu dengan Zu (Miya Cech), ia adalah seorang anak dari golongan kuning yang punya kemampuan luar biasa mengendalikan listrik. Akhirnya Ruby membuntuti Zu yang melarikan diri ke dalam sebuah mini van tua, demi menghindari Cate dan Rob yang mengejarnya. Di van itu, Ruby bertemu dengan Liam Stewart (Harris Dickinson) remaja dari golongan biru, dan Charles atau dipanggil Chubs (Skylan Brooks) remaja dari golongan hijau.
Keempat anak remaja ini segera menjadi kawanan yang hidup luntang-lantung di jalanan dalam usahanya melarikan diri dari tentara di kamp, tracer atau pemburu bayaran yang selalu mengincar anak-anak berkemampuan khusus ini demi uang dan juga League.
Yang terakhir ini adalah sebuah perkumpulan yang dibuat oleh pihak pemerintah lainnya dengan tujuan mengumpulkan anak-anak berkemampuan khusus untuk menjamin hak-haknya dan untuk disembuhkan. Sebuah hal yang tidak dipercaya oleh Liam, karena ia yakin League juga punya kepentingan sendiri dengan mereka yang tidak normal ini.
Keempatnya berusaha menemukan EDO, yang merupakan komunitas misterius yang menampung dan melindungi semua anak remaja dari semua golongan. Komunitas ini dipimpin oleh Clancy Grey atau juga dipanggil Skipp. Clancy atau Skipp ini adalah seorang remaja dari golongan oranye, sama dengan Ruby. Tentu saja Ruby senang bertemu dengannya, karena mereka yang dari golongan oranye ataupun merah adalah langka.
Namun, kehidupan di EDO lambat laun menjadi terasa aneh bagi empat sekawan ini. Chubs merasa hidup terlalu teratur secara tak wajar di sini, anak-anak menjadi sangat tertib dalam bekerja walaupun tidak sadar dengan apa yang dikerjakannya.
Sebenarnya, ini terjadi karena Skipp mengendalikan pikiran mereka. Apalagi Liam, merasa tidak nyaman dengan Skipp yang menjadi semakin dekat dengan Ruby. Liam menaruh hari kepada Ruby. Ternyata benar, Skipp memang mau memanfaatkan Ruby dengan mempengaruhi pikirannya, agar ia bisa mengendalikan pikiran seluruh anak-anak dan remaja itu sesuai keinginannya bersama dengan Ruby.
Akhirnya Ruby dan kawan-kawannya kabur dari EDO. Namun, diperjalanan Chubs terluka berat, sehingga Ruby terpaksa menyerah dan meminta bantuan kepada Cate yang sangat ditentang oleh Liam. Tapi karena Liam mencintai Ruby, ia menyerah dan menemani kedua temannya ini menanti kedatangan bantuan dari Cate dan teman-temannya di League.
Di markas League, Ruby menyerah pada keingingan  Cate. Ia ingin agar Ruby bersedia membantunya memimpin anak-anak dan remaja yang ada di League. Sebagai gantinya, Ruby memberikan syarat agar Liam dibebaskan dari League. Namun, Cate tidak yakin Liam akan bersedia meninggalkan League tanpa Ruby.
Akhirnya, Ruby melakukan apa yang sebenarnya merupakan bakat terpendamnya yang paling fatal, sebagaimana ia telah melakukannya kepada kedua orang tuanya, sehingga ibu dan ayahnya tidak lagi mengenalinya. Ruby mampu menghapuskan keberadaan dirinya sendiri dari ingatan dan pikiran orang-orang yang dicintainya. Ia terpaksa melakukannya demi keselamatan Liam, karena ia juga mencintai Liam.
Pemerintahan totaliter dalam latar kehidupan masa depan manusia yang suram itu justru takut kepada anak-anak dan remaja yang berhasil menyintas wabah dan selamat dari itu. Mereka dianggap ancaman, bukan kematian dan keheningan yang kota-kota yang telah kehilangan sebagian besar kenangan yang mereka takutkan. Manusia masa depan digambarkan justru menakuti kehidupan, sebuah gambaran distopia.
Adalah John Stuart Mill (1806-1873), seorang filsuf dan ekonom dari Inggris, yang pertama kali menggunakan istilah distopia ini dalam pidatonya di parlemen Inggris pada tahun 1868. Distopia sebagai antonim dari utopia digunakan untuk menyebut suatu tempat imajiner yang buruk. Ini juga merupakan suatu komunitas atau kelompok masyarakat yang tidak didambakan, bahkan menakutkan. Distopia seringkali dicirikan dengan dehumanisasi, pemerintahan totaliter, dan bencana lingkungan.
Distopia juga dihubungkan dengan kemerosotan nilai secara dahsyat dalam masyarakat. Masyarakat distopis ditampilkan dalam banyak subgenre karya fiksi dan seringkali digunakan untuk menarik perhatian terhadap isu-isu dunia nyata mengenai masyarakat, lingkungan, politik, ekonomi, agama, psikologi, etika, ilmu, dan teknologi, yang jika tidak ditangani dapat berpotensi menyebabkan suatu kondisi yang tidak tidak didambakan, bahkan menakutkan.
Padahal, untuk mencapai kondisi yang didambakan itu, bukan berarti harus melenyapkan semua keunikan. Mengutip kata-kata bijak dari J.S. Mill, katanya: "Sekarang hanya sedikit yang berani menjadi eksentrik, menandai bahaya utama saat itu." Mill meyakini bahwa semua hal baik yang ada adalah buah dari orisinalitas.
Karenanya, merupakan suatu kecenderungan fatal dari umat manusia untuk meninggalkan pemikiran tentang suatu hal ketika itu tidak lagi meragukan, termasuk yang eksentrik, karena itu (mengingkari eksentrisme dan orisinalitas) adalah penyebab dari setengah kesalahan mereka.
Ref:
https://www.rottentomatoes.com | https://www.goodreads.com | https://www.imdb.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H