Adalah John Stuart Mill (1806-1873), seorang filsuf dan ekonom dari Inggris, yang pertama kali menggunakan istilah distopia ini dalam pidatonya di parlemen Inggris pada tahun 1868. Distopia sebagai antonim dari utopia digunakan untuk menyebut suatu tempat imajiner yang buruk. Ini juga merupakan suatu komunitas atau kelompok masyarakat yang tidak didambakan, bahkan menakutkan. Distopia seringkali dicirikan dengan dehumanisasi, pemerintahan totaliter, dan bencana lingkungan.
Distopia juga dihubungkan dengan kemerosotan nilai secara dahsyat dalam masyarakat. Masyarakat distopis ditampilkan dalam banyak subgenre karya fiksi dan seringkali digunakan untuk menarik perhatian terhadap isu-isu dunia nyata mengenai masyarakat, lingkungan, politik, ekonomi, agama, psikologi, etika, ilmu, dan teknologi, yang jika tidak ditangani dapat berpotensi menyebabkan suatu kondisi yang tidak tidak didambakan, bahkan menakutkan.
Padahal, untuk mencapai kondisi yang didambakan itu, bukan berarti harus melenyapkan semua keunikan. Mengutip kata-kata bijak dari J.S. Mill, katanya: "Sekarang hanya sedikit yang berani menjadi eksentrik, menandai bahaya utama saat itu." Mill meyakini bahwa semua hal baik yang ada adalah buah dari orisinalitas.
Karenanya, merupakan suatu kecenderungan fatal dari umat manusia untuk meninggalkan pemikiran tentang suatu hal ketika itu tidak lagi meragukan, termasuk yang eksentrik, karena itu (mengingkari eksentrisme dan orisinalitas) adalah penyebab dari setengah kesalahan mereka.
Ref:
https://www.rottentomatoes.com | https://www.goodreads.com | https://www.imdb.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H