Digerakkan oleh sebuah kerinduan, kita, sebagian dari alumni Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Kabanjahe, sebuah sekolah menengah umum negeri yang ada di Kabanjahe, ibukota Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara, merencanakan untuk melakukan sebuah acara reuni pada tahun 2017 yang lalu.
Rencana melaksanakan reuni ini pada akhirnya dapat berlangsung sebagai dampak dari semacam gaya tarik sentrifugal, menarik serpihan-serpihan kenangan menjadi sebuah bentuk mosaik harapan. Mosaik yang tersusun dari berbagai pemikiran, sejumlah harapan dan kepingan nostalgia, gagasan serta cita-cita masa SMU, yang hendak kita bawa kembali pulang ke masa kini. Singkatnya, kita kembali dari masa lalu untuk sebuah harapan demi masa depan.
Pada 29 Desember 2017, kita melaksanakan reuni itu. Tidak ada dalam daftar acara, agenda terkait perbincangan soal harta, mata pencaharian, dan berbagai pencapaian pribadi. Kita tidak memperbincangkan hal-hal itu bukan saja karena kita merasakan perlunya ada rasa kesetaraan sebagai sesama alumni, karena bagi seseorang yang adalah sahabat bagi satu dengan yang lain, kesetaraan seharusnya bahkan bukanlah hal yang perlu dipikirkan.
Sebagaimana dituliskan oleh Yuval Noah Harari dalam bukunya Homo Deus, bahwa  ketika fajar milenium ke-3 mulai menyingsing, kemanusiaan bangun dalam kesadaran yang mengagumkan. Setelah dalam beberapa dekade terakhir manusia berhasil mengatasi kelaparan, wabah dan perang, meskipun belum sepenuhnya teratasi, agenda baru umat manusia pada abad ke-21 ini kemungkinan akan melakukan upaya serius menuju imortalitas. Sebuah perjuangan melawan usia tua dan kematian.
Pada 2013, Google bahkan meluncurkan anak perusahaan yang diberi nama Calico dengan misi "mengatasi kematian." Kata Peter Thiel, salah satu pendiri PayPal: "kesetaraan hilang, imortalitas datang mengganti." Namun, menurut Yuval sendiri: "harapan-harapan untuk usia muda abadi pada abad ke-21 adalah prematur, dan siapapun yang memercayainya terlalu serius akan sangat kecewa. Memang tidak mudah untuk hidup dengan mengetahui bahwa Anda akan mati, tetapi bahkan lebih sulit lagi untuk percaya pada imortalitas dan kemudian terbukti salah."
Terkait dengan soal reuni, apa yang menarik dari tulisan Yuval dalam Homo Deus itu, bukanlah tentang usia muda abadi, tentang imortalitas, dalam arti yang sebenarnya, karena faktanya semua manusia pada akhirnya akan mati (mukjizat dan kehendak Allah tidak termasuk dalam pertimbangan ini). Tetapi pertanyaannya adalah: "Mampukah reuni membangunkan kesadaran yang abadi tentang persahabatan yang tidak bisa mati?"
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti dari kata reuni adalah pertemuan kembali (bekas teman sekolah, kawan seperjuangan, dan sebagainya) setelah berpisah cukup lama. Sementara itu padanan kata reuni yang sering digunakan sebagai substitusi reuni adalah temu kangen. Masih menurut KBBI, arti dari frasa temu kangen adalah bertemu untuk reuni, untuk bersilaturahmi.
Dari penjelasan di atas tampak jelas bahwa salah satu faktor yang menggerakkan seseorang untuk bertemu melakukan reuni atau temu kangen adalah soal waktu. Kenapa faktor waktu menjadi penting dalam hal ini? Seperti sebuah ungkapan dalam bahasa Latin :
"Tempora mutatur et nos mutatur in illis,"Â yang berarti "waktu berubah dan kitapun berubah di dalamnya."
Bahasa Yunani kuno mempunyai dua kata untuk waktu, yakni chronos dan kairos. Chronos mengacu pada kronologi atau urutan waktu, sedangkan kairos menandakan di antara suatu periode waktu, di mana periode waktu yang tidak dapat ditentukan didefinisikan sebagai "sesuatu yang khusus" terjadi. "Sesuatu yang khusus" itu tergantung kepada siapa yang sedang menggunakan kata itu. Chronos bersifat kuantitatif, sedangkan kairos mempunyai makna yang bersifat natural.
Sehubungan dengan masalah waktu, maka sebuah acara reuni bisa dinilai baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Bagi sebagian orang, mungkin semakin sedikit bertemu semakin baik, karena semakin besar rasa kangen dan menghindarkan timbulnya potensi konflik. Namun, bagi sebagian lainnya mungkin sering bertemu adalah jalan terbaik untuk menjaga kualitas sebuah hubungan, karena setiap hari mereka merasakan kerinduan untuk bertemu.Â