Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mencegah Korupsi, Mulai dari Pikiran hingga Terwujud Dalam Tindakan

11 Desember 2018   16:09 Diperbarui: 11 Desember 2018   19:39 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diseminasi Stranas PK dan Aksi PK di Medan Bersama KPK RI (dokpri)

Diseminasi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi dan Aksi Pencegahan Korupsi Tahun 2019-2020


Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), maka telah ditetapkan Aksi Pencegahan Korupsi (Aksi PK) Tahun 2019-2020. Dalam penyusunannya, Tim Nasional Pencegahan Korupsi yang berkedudukan di KPK berkoordinasi dengan kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya yang terkait.
Dengan telah ditetapkannya Aksi PK Tahun 2019-2020, maka perlu ditentukan target triwulan sebagai dasar pendampingan dan pemantauan pelaksanaan Aksi PK tersebut. Sehubungan dengan itu, maka sekretariat Tim Nasional Stranas PK mengadakan diseminasi Stranas PK dan Aksi PK 2019-2020 pada hari ini, Selasa, 11 Desember 2018 di Medan, dengan turut mengundang Pemerintah Kabupaten/Kota di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, serta Pemerintah Provinsi Aceh, Riau, dan Sumatera Barat.
Berbicara masalah korupsi, saat ini nilai Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perseption Index) Indonesia berada pada peringkat 90 dari 190 negara di dunia. Sementara itu, nilai efektivitas penyelenggaraan birokrasi Indonesia saat ini sebesar 54, sedangkan negara tetangga Malaysia sebesar 80, dan Singapura 100. Penyumbang terbesar rendahnya nilai efektivitas penyelenggaraan birokrasi ini antara lain rendahnya kualitas PNS, serta rendahnya kualitas kebijakan publik.
Dengan kata lain, pokok pembahasan terkait pemberantasan korupsi dan efektivitas birokrasi ini berkaitan erat dengan pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia. Pada kesempatan ini, seorang narasumber yang berasal dari sebuah komisi yang menangani pembinaan dan pengawasan pelaksanaan sistem merit dalam Manajemen Aparatur Sipil Negara membeberkan sebuah fakta, bahwa telah dilaksanakan pemetaan kompetensi dan potensi atas lebih kurang dua ribu orang aparatur sipil negara yang saat ini menjabat sebagai pimpinan organisasi perangkat daerah di Indonesia melalui suatu metode assesment center di lembaga yang berwenang secara resmi melaksanakan hal tersebut, dan hasilnya hanya kurang dari 7% mereka yang menjabat saat ini memenuhi kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan.
Salah satu penyebab hal ini adalah adanya spoil system akibat budaya patronase politik dari pejabat politik terhadap aparatur birokrasi.

Disamping sumber daya aparatur sipil yang terbatas, baik secara kualitas maupun kuantitas, faktor-faktor primordialisme dalam hubungan pejabat politik sebagai patron dan pejabat birokrasi sebagai klien, turut menyebabkan terjadinya inkompetensi dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan penyusunan kebijakan publik, baik di level nasional dan terutama di daerah-daerah di Indonesia. Namun, potret penilaian mengindikasikan bahwa di level pusat hal tersebut telah dikelola dengan relatif lebih baik dengan menerapkan merrit system dalam manajemen sumber daya aparatur-nya, terutama di beberapa kementerian dan lembaga tertentu.
Salah seorang narasumber pada pertemuan tersebut, yang bertugas sebagai inspektur pengawasan pada salah satu kementerian kemudian mengkategorisasi aparatur negara yang ada saat ini kedalam tiga kategori, yakni orang yang berbicara besar, orang yang berpikir besar, dan orang yang bertindak besar.
Berbicara, berpikir dan bertindak adalah sesuatu yang berkaitan dengan kesadaran spiritual. Kesadaran spiritual akan menjadi berguna manakala itu terwujud dalam tindakan spiritual. Dengan kata lain, tindakan atau perilaku korupsi atau birokrasi yang buruk bisa dikatakan adalah sesuatu yang merupakan manifestasi dari pikiran.
Maka tidak heran, banyaknya ruang gelap dalam pemerintahan dan birokrasi akibat dari patronase dan politisasi birokrasi, menyebabkan sangat sulit menggerakkan partisipasi masyarakat.

"Jangankan mengajak masyarakat untuk ikut, bayangan diri sendiri sudah tidak mau untuk diajak", kata bapak narasumber itu.

Closing statement dari bapak narasumber untuk sesi materi terkait pembagian tugas antar lembaga dan kedudukannya dalam Stranas PK dan Aksi PK 2019-2020 ini sebenarnya dilatarbelakangi oleh sambutan Wakil Gubernur Sumatera Utara pada saat pembukaan acara, katanya:

"Saya telah berjuang untuk memenangkan kepercayaan rakyat guna melayani rakyat melalui jabatan ini. Namun, setelah saya mendapatkannya, saya menjadi takut akan besarnya amanah dan harapan yang diembankan rakyat di pundak kami."

Maka, disaat kebanyakan orang saat ini lebih banyak berbicara besar dan sedikit sekali yang berpikir besar apalagi bertindak besar, masih layakkah politisi atau birokrasi memajang spanduk mengklaim prestasi, bila pikiran tidak termanifestasi dalam tindakan?
Sebuah pertanyaan yang tidak terjawab sampai akhir acara menjadi epilog. Hanya menyisakan senyum yang tersungging, atau mungkin hati yang tersinggung.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun