"Jangan lupa cek out keranjang kuning nya kaka!"
"Elzio lihat mama..."
"BERAS HABIS!? Lipe solusinya!"
Kalian pasti pernah mendengar atau membaca sejumput kalimat tersebut kan, teman? Penggalan kata-kata tersebut biasa kita dengar atau kita dapat dari platform-platform media sosial, contohnya Tiktok. Zaman sekarang siapa yang ga punya aplikasi Tiktok? Pasti sekitar 7 dari 10 orang di Indonesia punya akun Tiktok lah ya. Tapi sebetulnya Tiktok itu apa sih? Dengar-dengar Tiktok makin kesini makin "berbahaya", apa yang terjadi sebenarnya.
Apa itu Tik Tok? TikTok adalah sebuah aplikasi perangkat lunak yang berasal dari Cina.. Tiktok juga merupakan platform media sosial yang mengizinkan para penggunanya untuk membuat dan berbagi video pendek. Namun, mengapa lebih baik tidak punya Tiktok? TikTok sebenarnya memiliki banyak kegunaan dan manfaat saat ini. Tiktok bisa menjadi sarana untuk hiburan, pembelajaran, mengekspresikan diri, strategi pemasaran, bahkan sampai sumber penghasilan. Dikutip dari situs resmi Kompas.com (2021), dengan judul "Tiktok, Representasi Keseharian Masyarakat Kita hingga Aksi Sosial" , Tiktok adalah salah satu platform media sosial yang saat ini cukup populer di Indonesia. Sejak awal 2021, aplikasi berbasis video pendek yang diciptakan oleh perusahaan teknologi China, ByteDance Ltd ini telah diunduh oleh sekitar 30 jutaan users di Indonesia.Â
Menurut penelitian, setiap tahun ada kurang lebih 3 juta orang yang mati karena tembakau (WHO). Data ini menunjukkan bahwa rokok atau tembakau masih menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak di dunia. Rokok tidak memiliki manfaat, melainkan hanya memberikan efek samping yang buruk bagi kesehatan. Merokok dapat menyebabkan berbagai penyakit, seperti kanker, gangguan kehamilan, impotensi, dan bahkan kematian. Banyak orang yang merokok karena mereka menganggap merokok itu keren atau membuat dirinya gagah tapi sebenarnya itu malah membawa malapetaka pada hidup mereka. Tapi, gak kalah banyak orang yang menggunakan rokok sebagai alat alternatif untuk menghangatkan tubuh mereka ketika hawa dingin. Dalam hal ini, Tiktok memiliki beberapa kesamaan dengan rokok. Walaupun bukan kesamaan yang benar-benar terikat, tetapi memiliki kemiripan prinsip. Tiktok jika dilihat juga tidak memiliki manfaat buat para pengguna nya, malah sebaliknya Tiktok dapat membawa pengaruh yang tidak baik bagi para pengguna nya.
Mengapa Tiktok bisa tidak kalah berbahaya daripada rokok? Meskipun Tiktok memberikan pengajaran dan informasi kepada pengguna nya, namun masih banyak pengajaran atau informasi yang sesat atau tidak valid. Pengguna platform media sosial ini tidak hanya dari kalangan remaja sampai anak muda saja. Menurut penelitian Eldon Jedi (2023), mayoritas usia pengguna Tiktok di Indonesia adalah 18-24 tahun. Hampir 40% jumlah nya lebih detail nya 21,4% nya perempuan dan 17,5% nya adalah laki-laki. Tapi, banyak juga pengguna Tiktok yang usia nya masih dibawah 18 tahun. Sayangnya, pihak Tiktok belum menemukan alat canggih untuk menangani permasalahan tersebut. Sehingga, masih banyak informasi-informasi yang tidak valid tersebar di aplikasi tersebut. Bagi kalangan anak muda atau yang sekarang kerap dijuluki gen Z, mayoritas dari mereka mengerti dan tau cara menangani hoax tersebut sehingga mereka bisa memilah mana yang benar-benar valid dan mana yang hoax. Sedangkan, untuk generasi yang lebih muda mereka masih belum cukup dewasa untuk dapat memfilter konten-konten yang lewat di halaman beranda mereka. Â
Solusi yang masuk akal adalah untuk tidak menggunakan atau mengurangi penggunaan aplikasi tiktok. Hal ini dapat mengurangi jumlah orang yang tersesatkan oleh hoax-hoax yang tersebar di Tiktok. Menurut sebuah blog di salah satu situs beberapa solusi bisa dimulai dengan cara berhati-hati dengan judul yang provokatif, mencermati sumber atau alamat situs, melakukan pemeriksaan fakta, dan masih banyak cara lain. Beberapa orang juga sudah melakukan pergerakan-pergerakan yang konkrit seperti membuat komunitas anti hoax atau seminar yang membahas bahaya hoax. Hal ini yang perlu ditiru oleh masyarakat Indonesia terutama para remaja-pemuda yang secara logis lebih handal dalam menguasai cyber crime tersebut. Pemerintah Indonesia harus bisa mensupport solusi tersebut dengan cara membuat tim yang resmi atau juga bisa dengan cara menyalurkan edukasi melalui sekolah-sekolah di Indonesia.
Sumber:
https://jagafakta.semarangkota.go.id/2024/08/14/cara-cerdas-mencegah-penyebaran-hoaks-di-medsos/