Lebih lanjut, sehubungan dengan tema pembakaran bendera PDIP, Haikal menegaskan bahwa itu ulah penyusup. Sebagai salah satu koordinator aksi, dia merasa sudah maksimal dalam persiapan aksi, namun yang namanya penyusup di tengah kerumunan orang sebanyak itu, dia sendiri tentu tidak mampu mencegah penyusupan.
Maka, sebagai akhir klarifikasinya, Haikal cuma bisa meminta maaf dan berniat untuk bersilaturahmi dengan PDIP. Perkataannya tersebut terang aja membuat semua peserta diskusi menjadi lega, malah DR Boni sampai menawarinya untuk ngopi-ngopi bareng.
Salah satu peserta dari Jogja bernama Indra Bhakti bahkan saking leganya, ikut sesumbar langsung ke Haikal, "Jika Ustad Haikal konsisten dengan pernyataannya, saya tawarkan diri jadi juru kampanye bila Ustad berniat nyaleg pada 2024 dari PDI P". Â Asyik!
Lalu, Siapa dan Bekerja untuk Siapa Para Penyusup Itu?
Jika pernyataan Haikal Hasan ini benar bahwa ada penyusup dalam peserta aksi dan diidentifikasi sebagai pembakar bendera PDIP, lantas siapa atau mungkin tepatnya demi apa mereka menyusup? Guna menjawab pertanyaan ini, ada baiknya para pembaca membuka kanal yutub penulis pada konten berjudul, "#Fenomena Langka: Gerhana Matahari Cincin ketika Jokowi Ulang Tahun" ini mulai menit 02.45 dan seterusnya di mana di situ saya kemukakan 4 kelompok pembenci Jokowi yang otomatis pula jadi perusak NKRI. (Kalau berkenan, sempatkan pula untuk subscribe kanalnya, gaess... Hehehe.. )
Dari ke-4 kelompok tersebut, satu di antaranya saya sebutkan adalah barisan para koruptor yang akibat penerapan prinsip transparansi dalam pemerintahan Joko Widodo, mereka tidak bisa lagi leluasa menggarong. Karenanya, mereka berdaya upaya sedemikian rupa agar pemerintahan Joko Widodo jangan sampai bertahan lama.
Pada perhelatan pemilu 2019, mereka ada di kubu seberang karena berharap Jokowi terjegal untuk naik memerintah kedua kalinya. Pas ketika Jokowi akhirnya tetap keluar sebagai kampiun pemilu Presiden 2019, strategi berikutnyalah yang mereka kembangkan: tumbangkan Jokowi di tengah jalan.
Inilah jawaban mengapa negeri kita tidak pernah sepi dari berita akan aksi-aksi unjuk rasa hingga tindakan anarkis selama ini. Tak lama setelah Pilpres 2019 digelar, Papua  mereka buat bergolak jelang pelantikan Jokowi.
Menyusul setelahnya isu intoleransi pecah di Karimun dan Minahasa setelah ternyata Papua berangsur-angsur kembali bisa pulih. Kedua insiden ini pun berakhir hampa, tak terjadi apa yang diharapkan kreator isu.
Lalu tiba-tiba...dhuarrrr! Kasus Jiwasraya mencuat ke publik. Bermula dari pengumuman yang digelar BPK 9 Januari kemarin. Lalu tak lama berselang, pada 14 Januari 2020, kejaksaan menahan 5 tersangka kasus. Pelahan tapi pasti, pengembangan dari keterangan para tersangka inilah kemudian mengundang tanya di benak publik.
Ceritanya, kasus bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Enam terdakwa dituduh telah kongkalikong yang menyebabkan gagal bayarnya Jiwasraya kepada para nasabahnya.