Tak ada jalan atau akses masuk yang memadai dan manusiawi untuk menuju ke desa ini, dengan kondisi yang demikian otomatis kendaraanpun tak ada yang bisa melalui jalananberkontor naik turun dan berbatu ini kecuali kendaraan bergardan ganda, itupun terbatas mungkin tidak sampai setengah perjalanan yang kemudian harus dilanjutkan dengan berjalan kaki puluhan meter.
Tak ada listrik dan penerangan, yang memungkinkan penduduknya tidak bisa mendapatkan informasi melalui media radio ataupun televise, menjadikan warganya tidak tahu mengenai dunia luar, bahkan ketika ditanya sekarang tahun berapa merreka tidak tahu. Tak ada sekolah, sehingga tidak heran angka buta aksara di tempat ini menyentuh angka 100%. Tak juga ada sarana kesehatan, bahkan setingkat puskesmaspun tidak tersedia.
Itulah sebagian gambaran dan potret buram sebuah desa atau dusun bernama Cindakko di Kabupaten Maros provinsi Sulawesi Selatan yang saya saksikan melalui program Indonesiaku Selasa 07 Oktober 2014diTrans7. Sungguh ironis bahkan tragis di negeri yang sudah merdeka selama lebih dari setengah abad ini ternyata masih terdapat desa yang penduduknya begitu terisolir dari kehidupan dunia luar, seolah aroma kemerdekaan tidak pernah mereka rasakan.
Adakah para anggota dewan yang terhormat, yang kini sedang “berjuang” di senayan dan para pemangku kebijakan di negeri ini tahu bahwa masih ada sebagian dari sekian ratus juta penduduk Indonesia ini yang hidup memprihatinkan. Atau jangan-jangan jika sudah terpilih, dilantik dan duduk di kursi empuk jabatan mereka lupa dengan janji ,manis dan angin surga yang mereka tawarkan dulu? Entahlah, mungkin hanya waktu yang bisa menjawab dan hati nurani mereka yang akan berbicara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H