Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hormat pada Guru

15 Oktober 2020   17:03 Diperbarui: 15 Oktober 2020   17:05 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Secara status, menjadi guru jaman kini tidak gampang. Karena ia harus lolos tes ASN formasi guru. Bahkan tak sedikit yang sudah ikut tes berkali-kali, tak lulus juga. Akhirnya, mereka harus menerima keadaan gagal menggenggam surat keputusan (SK) dan nomor induk pegawai (NIP). Begitu juga berderet kawan-kawan guru honorer K2 yang masih terobsesi diangkat menjadi ASN guru, maka tak kurang 51 ribu guru pun berkompetisi dan lolos tes PPPK yang sampai hari ini pun belum juga menerima SK dan NIP. Sabar.

Begitulah sedikit kisah sosok dan profesi guru di negeri ini. Namun demikian, harys diakui sehebat-hebatnya orang tidak akan selalu pernah lebih hebat dari guru yang mendidiknya. Jadi yang hebat itu adalah guru. Bersama seorang guru, seperti melihat sebuah masa depan cerah yang telah dijanjikan untuk dunia ini. Tak pernah terbit di dunia ini seorang Presiden, Jenderal, Politisi, Dokter, Dosen, pengusaha tanpa campur tangan guru.

Kita tidak akan pernah menjadi seperti sekarang ini tanpa didikan dari guru-guru saya. Oleh sebab itu, sekali lagi dalam kesempatan yang baik ini. Kita mesti tetap menyampaikan hormat takzim kepada guru-guru yang telah mengedukasi sehingga dadi wong. Sekali lagi, tidak mungkin bisa menjadi sebesar ini tanpa peran besar guru-guru.

Kita sadari bersama, guru tidak akan pernah memuaskan semua orang. Pendapat ini bukan tanpa alasan. Tugas guru bukan hanya menyampaikan materi pelajaran. Lebih dari itu, guru harus memastikan anak-anak mendapat bekal kecakapan hidup, nilai, karakter, dan kompetensi.

Belajar yang menyenangkan menjadi mimpi kita hari ini dan nanti. Hari ini saya diganggu rindu pada anak-anak kita yang selalu hormat dan santun kepada orangtua dan ibu-bapak guru namun mereka tetap cerdas, riang dan berani (genial).

Ke-Indonesia-an kita hari ini sedikit redup dengan masifnya hoaks, ujaran kebencian, adu domba, di samping murungnya anak-anak kita yang terpapar narkoba, radikalisme, terorisme maupun intoleransi, juga sebagian masih mengabaikan pandemi covid-19. Tugas kita bersama membalik itu semua.

Har ini kita sudah selayaknya selalu menaruh hormat dan kepercayaan tinggi kepada ibu-bapak guru untuk mengawal, merawat dan mewarnai anak-anak kesayangan kita dengan menghadirkan Pancasila sebagai perilaku harian. Pendidikan akan menguatkan identitas, menguatkan karakter kebangsaan Indonesia.

Kita haqul yakin, PR besar lain kita adalah kemiskinan. Dan salah satu amunisi besar kita untuk melawannya adalah melalui pendidikan. Bagi saya, pendidikan merupakan penyelamat masa depan. Pendidikan bukan semata pengetahuan umum maupun ekonomi tapi juga pasokan nilai-nilai agama yang kita pegang teguh. Inilah peran profetik yang harus ditebarkan sebagai virus dan vaksin positif bangi bangsa ini.

Guru jaman kini, tak perlu frustasi atau berkecil hati, guru sebagai maestro dalam memahami pola pikir siswa tentunya dapat melihat kemajuan IT sebagai peluang besar meningkatkan kualitas pembelajaran. Apalagi siswa tumbuh di era pandemi dan revolusi industri 4.0.

Menghadapi tantangan yang besar tersebut,  maka dunia pendidikan dituntut untuk berubah, dari pendidikan jenjang paling dasar sampai dengan pendidikan tinggi. Pendidikan di era revolusi industri 4.0. merupakan pendidikan yang bercirikan pemanfaatan teknologi digital dalam proses pembelajaran atau dikenal dengan sistem siber (cyber system). Sistem ini mampu membuat proses pembelajaran dapat berlangsung secara kontinyu tanpa batas ruang dan batas waktu.

Sebagai garda terdepan dalam dunia pendidikan, guru harus senantiasa meng-up grade kompetensi. Mengapa? Karena peserta didik saat ini merupakan generasi milenial yang tidak asing dengan dunia digital, yang sudah terbiasa dengan arus informasi dan teknologi. Jangan sampai timbul istilah, peserta didik era industri 4.0, belajar dalam ruang industri 3.0, dan diajarkan oleh guru industri 2.0 atau bahkan 1.0. Jika ini terjadi, maka pendidikan kita akan terus tertinggal dibandingkan negara lain yang telah siap menghadapi perubahan besar ini.

Inovatif

Oleh karena itu, guru harus mengurangi dominasi pengetahuan dalam pendidikan dan pembelajaran dengan harapan peserta didik mampu mengungguli kecerdasan mesin. Pendidikan yang diimbangi dengan karakter dan literasi menjadikan peserta didik akan sangat bijak dalam menggunakan mesin untuk ke-maslahatan masyarakat. Role model dari seorang guru akan lebih bermakna bagi para peserta didik.

Lalu, bagaimana idealnya menjadi guru di era kini? Guru harus mampu menguasai dan memanfaatkan teknologi digital dalam pembelajaran. Kompetensi yang harus dimiliki Guru antara lain: kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (critical thinking and problem solving skill); keterampilan komunikasi dan kolaboratif (communication and collaborative skill). keterampilan berpikir kreatif dan inovasi (creativity and innovative skill); literasi teknologi informasi dan komunikasi (information and communication technology literacy); serta keterampilan pembelajaran kon-tekstual (contextual learning skill). Selain itu juga literasi informasi dan media (information and media literacy).

Guru harus siap menghadapi era digital meskipun disibukkan oleh beban kurikulum dan administratif yang sangat padat. Jika tidak, maka generasi muda kita akan terus tertinggal dan dampaknya tidak mampu bersaing dalam kemajuan IT. Di sini guru mesti berkemampuan literasi dasar, seperti literasi finansial, literasi digital, literasi sains, literasi kewarnegaraan dan kebudayaan. Literasi ini penting untuk menghadirkan pembelajaran yang lebih variatif, tidak monoton, membuat para peserta didik berkembang. Harapan kita, setiap guru tergerak untuk terus berkreasi dan berinovasi mewujudkan pembelajaran yang menyenangkan, joyfull and inovatif learning, sehingga murid kecanduan untuk belajar.

Paska pemboman AS ke Nagasaki dan Hirosima, Kaisar Hirohito mengumpulkan semua jenderalnya yang masih hidup dan menanyakan kepada mereka "Berapa jumlah guru yang masih tersisa?" Ibu pertiwi selalu menanti aksi dan karya nyata guru sebagai profesi inheren. Maka kemudian, berintegritas adalah cara guru menjaga anak-anak Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun