Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Perlunya Asupan Gizi Politik

5 Oktober 2020   16:20 Diperbarui: 6 Oktober 2020   15:22 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pendidikan politik. (sumber: KOMPAS/HERYUNANTO)

Sebentar lagi kita bakal menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak Tahun 2020. Perhelatan ini menjadi sukacita atau keriangan politik bagi seluruh masyarakat. Momentum coblosan pilkada nampaknya masih dalam musim perjuangan menghadapi dan mengatasi pandemi covid-19.

Tak kota tak desa selain masih perlu intervensi pemerintah berupa bantuan stimulan terdampak covid-19. Menjelang pilkada tahun ini, nampaknya desa penting dipasok lebih banyak lagi soal gizi politik. 

Gizi politik berupa pasokan aliran informasi yang utuh atas gelaran pemilu, praktik berdemokrasi yang sehat dan fair, hak dan kewajiban warga negara, di samping pentingnya keteladanan dari para politikus dan elit lain dalam menyikapi atas PR bangsa, bagaimana menjadi desa yang mandiri, dewasa dan mengakar.

Jika sekarang baru mulai memberi perhatian dan memikirkan tentang desa dengan segenap problemanya, itu tidak salah. Akan lebih merasa bersalah ketika seumur hidup kita tak pernah memberikan kontribusi konstruktif bagi pedesaan. 

Tak keliru juga kala baru di tahun ini hadir bahkan berhamburan melakukan pendekatan dan merasa berkewajiban melunasi hutang politiknya kepada masyarakat desa. Seluruh pihak hadir melakukan inventarisasi poblem, mendiskusikan, brainstorming bersama menggali akar permasalahan desa.

Juga menawarkan alternatif pemecahan hingga memberi solusi meskipun bukan panasea (obat mujarab) tapi sedikitnya mampu mentransformasi sosiokultur warga : dari yang malas ke rajin, semula individu menjadi gotong royong dan dari berganting menjadi independen.

Masyarakat yang awalnya konsumtif bergeser ke produktif maupun berangkat buta IT menjadi tidak gaptek bahkan jika bermula apatis menuju partisipatif. Juga yang sejak awal golput menjadi masyarakat yang sadar dan berpartisipasi penuh memberikan suara pada pesta demokrasi. 

Atau sekurangnya, warga dengan kerelaannya hadir dalam berbagai forum musyawarah desa, karena hal sederhana itu akan turut menentukan nasib masa depan mereka.

Memang, bantuan dana maupun fisik penting, tapi sekali lagi gizi politik juga tidak kalah penting untuk menghela desa keluar dari kecemasannya. 

Cemas melakukan kesalahan, takut mengekspresikan diri, maupun ragu-ragu dalam memberikan jawaban kepada publik atas kekurangan desa selama ini. Atau dalam konteks up date, yakni desa masih takut jika harus berperkara hukum ketika meng-SPJ-kan penggunanan dana desa karena kekurangpemahaman Kades dan perangkatnya.

Desa menjadi pangkal harapan pasokan gizi politik ini atas dua pertimbangan. Pertama, saat perumusan gizi politik bisa merujuk kepada kondisi eksisting desa hari ini meski tentu saja tak sama persis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun