Di tengah ujian pandemi covid-19 ini sudah selayaknya kita teguhkan kembali semangat perjuangan untuk negara dan bangsa, yang mengingatkan kita akan sebuah resolusi jihad para kyai dan santri untuk mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keutuhan NKRI.
Kita bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah. Pemerintah telah memberikan penghargaan dan apresiasi atas peran historis para santri dalam perjuangan kemerdekaan.
Kala itu, tanggal 17 September 1945, KH. Hasyim Asyari mengeluarkan fatwa jihad bahwa "Memperjuangkan tanah air sebuah ijtihaj bahwa perjuangan membela tanah air sebagai suatu jihad fisabilillah". Fatwa ini merupakan penjelasan atas pertanyaan Presiden Sukarno yang memohon fatwa hukum mempertahankan kemerdekaan bagi umat Islam.
Tanggal 21-22 Oktober PBNU menggelar rapat konsul NU se Jawa -- Madura. Hasilnya, keluar resolusi jihad sekaligus yang menguatkan fatwa jihad KH. Hasyim Asyari.
Fatwa resolusi jihad berisi : "Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe Fardloe 'ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itu djadi fardloe kifajah (jang tjoekoep, kalaoe dikerdjakan sebagian sadja)..."
Artinya resolusi jihad lahir dari sebuah semangat luar biasa dari tokoh agama (muslim) dan juga  tokoh nasionalis/politik bangsa. Itulah kebersamaan yang sudah ditunjukkan oleh para pendiri bangsa.
Kebersamaan tokoh agama dan tokoh politik, selain pada sejarah hari santri juga kita rasakan betul dari lahirnya Pancasila. Melalui Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila.
Kata Pancasila pertama kali diucapkan oleh Soekarno di sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945.
Pada perkembangannya, pada sidang PPKI disepakati Penghilangan tujuh kata dalam Piagam Jakarta yaitu  Berdasarkan kepada Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diubah menjadi "berdasar atas ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Disitu KH. Wahid Hasyim berusaha meya-kinkan Ki Bagus Hadikusumo agar bisa menerima perubahan-perubahan. Jadi kehadiran KH. Wahid Hasyim pada detik-detik jelang perubahan sila pertama itu memiliki arti yang sangat penting dalam relasi Islam dengan agama-agama lain, maupun pada kaitannya dengan pengokohan nilai-nilai kebangsaan.
Jadi, kebanggaan kita kepada santri, adalah keikhlasannnya memberikan kontribusi bagi pertiwi. Para santri adalah aset bangsa ini, yang akan selalu mampu memberi warna keindahan dan kebersamaan dalam ke-Bhinneka-an.