Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Insentif Pemerintah Bukan David Copperfiled, Apalagi Bandung Bondowoso

11 Agustus 2020   13:59 Diperbarui: 12 Agustus 2020   20:59 1051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gaji, rupiah, bantuan pemerintah, bantuan karyawan. (sumber: Shutterstock)

Para karyawan, di tengah covid-19 ini dengan penuh semangat dan optimism juga pengharapan selalu bersuaha untuk tak pernah takut dengan keadaan, namun lagi, lagi, kini mereka ini lebih takut pada kelangsungan hidup keluarga, pada pendidikan anak-anaknya. 

Belajar daring meski tanpa mengeluarkan transportasi ke sekolah, tapi pengeluaran pembelian kuota internet jauh lebih besar ketimbang uang jajan saat bersekolah tatap muka seperti sebelum pandemi mengigit.

Menimbang situasi pandemi yang tak tahu kapan berhenti, sudah seharusnya para karyawan untuk mengubah paradigmanya. Perlu dipikirkan bahwa tak selamanya akan menjadi karyawan. 

Selain usia dengan kemampuan fisik yang terbatas, regulasi pun siap menerkamnya. Maka kemudian, jalan terbaik adalah sejak sekarang karyawan sudah menyiapkan usaha ekonomi produktif, meski sederha tapi kontinyu akan lebih baik ketimbang usahanya hanya musiman. 

Di sinilah perlu punya keberanian mental dan persiapan matang secara matematika, khususnya kemampuan finansialnya. Mental karyawan harus sedikit demi sedikit bergeser ke mental boss, mental penumpang berubah ke mental driver, dll.

Percuma saja berlayar. Kalau kau takut gelombang, Percuma saja bercinta, Kalau kau takut sengsara. Sekurangnya, penggalan lirik lagu dari Meggy Z cukup relevan memompakan adrenalis wirausaha bagi kita.

Kita semua mengakui, sektor wirausaha dengan usaha ekonomi produktif menjadi kekuatan ampuh dalam menghalau krisis ekonomi dan moneter kala menimpa negeri ini sekira tahun 1997-1999-an. 

Karyawan atau warga yang memulai usaha baru ini sudah barang tentu akan memperpanjang sosok-sosok pengusaha atau wirausaha ini yang diharapkan berkontribusi mampu membalik kemiskinan di negeri ini. UMKM dengan ragam usaha besar, menengah, kecil dan mikronya bahkan berpotensi ekspor.

Potensi produk UMKM, seperti: Handycraft dan furniture; Batik, tenun, bordir, fashion dan aksesoris; Food and beverage; Agrobase product; dan lain-lain (gitar, sapu glagah, knalpot) memiliki peluang pasar yang bagus baik di tingkat regional maupun internasional. 

Banyak produk unggulan UKM kita yang berpotensi ekspor, terdiri dari: 60 UKM handycraft; 55 UKM furniture; 223 UKM fashion dan aksesoris; 50 UKM food and beverage; serta 7 UKM herbal spa and beauty. 

Terdapat 722 komunitas UMK di Jateng, yang terdiri dari: klaster makanan minuman; fashion; perdagangan; peternakan; perikanan; handy craft; klaster ekonomi kreatif (IT, film, dll); klaster jamu; klaster pariwisata; dan klaster jasa (laundry, salon, dll).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun