jejak-jejak cinta menindih gerumbul kampung pagi itu
udara pagi hangat bersolek bersama secawan kopi hitam kental
engkau sedikit sibuk menata bekal mengajar hari itu
engkau lainnya lebih mengurus diri tanpa abai pada sejumput harap di kamar pengap
aku melihat betapa langit molek riang bak punggung merapi terbiar
mas, tolong hantarkan tofan ke sekolah keburu terlambat nanti, pintamu
motor butut 100cc meliuk bercanda dalam dekapan sikecil lucu dan pinter
ceres, pengkolan dan sekolah menyapa selamat datang
kuturunkan kamu dari jok kumal berdebu karena cuma buku tiap hari terpaku
belum dua tiga menit berlalu, pria seumurku menghampiri
mas, kau ambil dan antar anakku dari mana
kamu siapa dan apa maksudmu menghantarkan anak ini?
pertanyaan culas menyerang dan menjepit kerongkomganku
dari rumahku, jawabku tak begitu perlu. aku pamit lanjutku
bising knalpot meruah hingga kamar paling private
kukisahkan parang yang hampir tiba
kamu, dan pria itu kerkesiap, mengapa begitu cepat cerita itu ditelan
laki-laki paroh tersengal penuh amarah menabuh genderang di punggungku
grag greg meja, kepala beraduk dengan tangan menggebrak
mulut tersumpal caci muntah degub kasar terhina terjajah terkekeh di dahimu
dua tida hingga seminggu kau berubah jadi sosok pecundang
engkau kikis harapan yang kurus diantara gemuknya rerumpun nikmat
kau harus tebus semua dengan seragam hijau
tiga empat bulan kau dikibas dan dikunyah seceker cekernya
kecewa, iba dan cinta mengais dalam bejana
kaki gunung guntur merenggut, melucutimu hingga pupus waktu
Bukit Sukorejo (2010)