Sustainable Development Goals (SDG's) merupakan gerakan, mendorong semua pihak untuk aktif berpartisipasi  dan bersinergi sesuai fungsi, peran dan kemampuan masing-masing. Kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah diharapkan bisa optimal dalam melakukan sinkronisasi kebijakan dengan berbagai indikator SDGs, memperhatikan peran perempuan dengan baik serta fokus dan terukur dalam menyusun setiap agenda pembangunan dengan semangat kolaborasi.
Perempuan berkemampuan berkolaborasi dengan gerakan SDG's karena terdapat persamaan dalam tujuan dan nilai yang hendak dicapai. Harapnnya, mampu mengentaskan segala bentuk ketidakberdayaan perempuan dan memastikan bahwa seluruh perempuan di negeri ini bisa menikmati kesejahteraan dan kemandirian. selurangnya, perempuan memberi dampak signifikan yang mengakselerasi-pencapaian-pencapaian SDG's.
SDG's inilah bagian pelecut partisipasi perempuan di pedesaan, khususnya perempuan yang putus sekolah, miskin, single parent, buta aksara bahkan renta. Demikian juga, tak dipungkiri, tak sedikit perempuan pedesaan yang menganggur atau sekadar buruh serabutan maupun bekerja di sektor domestik, ekonomi subsisten. Artinya, income yang diperoleh hanya cukup untuk kebutuhan makan belaka. Padahal orang hidup tak sekadar makan, tapi kebutuhan lain yang terus mendesak.
Sebut saja, biaya pendidikan anaknya, biaya rumah sakit, anggaran susu, bayar listrik dan atau kewajiban membayar iuran BPJS, dll. Belum lagi ditimpuk biaya sosial lain yang cukup menggemaskan, seperti jagong atau undangan.
Spirit SDG's kita mengundang pemerintah desa lebih peduli memberdayakan kaum perempuan di wilayahnya. Mengajak dan menghadirkan atau melibatkan perempuan dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa (musrenbangdes), sehingga kelompok perempuan ini mampu menuangkan usulan program kegiatan yang relevan dan menjadi prioritas pedesaan.
Bagi kaum perempuan yang kebetulan tidak punya pekerjaan tetap atau temporer bahkan pocokan, sebetulnya bisa dilibatkan pada program diklat usaha ekonomi produktif yang relevan dengan potensi desa. Ketika desa pantai, misalnya yang kaya dengan mangrove, maka komoditas ini selain berjibaku sebagai penjaga abrasi laut, dapat didayagunakan menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi : sebut saja kue, sirup, alat peraga edukatif, makanan kering, dll.
 Keterlibatan perempuan dalam program seperti itu, yang tak banyak menyita waktu dan dapat disambil mengerjakan tugas domestik, bisa menaikkan rasa memiliki atas pembangunan terhadap desanya juga pengawasan dalam proses pembangunan lain, seperti infrastruktur. Jadi, posisi perempuan di sini strategis, karena mereka bisa merangkap sebagai pekerja sekaligus pengawas organik atas potensi penyelewengan dana desa atau pembangunan umumnya.
Semangat SDG's, setidaknya semangat perubahan. Transformasi menuju yang lebih baik, mengubah paradigma, dari perempuan yang malas menjadi giat, dari sendiri menjadi berasama-sama dan dari bergantung ke mandiri atau berdikari, dari konsumtif menjadi produktif, dari semau gue menjadi peduli dan care, sehingga perempuan ini punya daya tawar tinggi. Karena di lapangan, masih banyak terjadi upah perempuan masih jauh lebih rendah dibanding laki-laki, meskipun volume, dan waktu yang dihabiskan tak ada beda antara keduanya.Â
Tak jarang pula, perempuan masih menjadi subordinat dalam pekerjaan-pekerjaan pembangunan level rendah atau lebih mengutamakan otot ketimbang otak.
 Investasi lebih jauh adalah semakin terbitnya gairah kaum perempuan, yakni urun angan dan turun tangannya dalam pembangunan. Relasi yang masih relevan dibutuhkaan saat ini salah satunya adalah optimalisasi peran kelompok PKK desa setempat dalam menghela kaum perempuan marjinal ini dalam program pemberantasan sarang nyamuk malaria, penataan lingkungan dan permukiman, perbaikan rumah tidak layak huni, pembangunan perpipaan air dari bukit cadas melalui selang atau pipa pralon plastik yang menghunjam hingga rumah warga, bersih-bersih pantai, pengelolalan sampah, mengurangi AKI dan AKABA maupun mengenal, mengantisipasi serangan kanker serviks.
Atau bagaimana merawat kesejahteraan lewat program KB, juga mendukung program pemerintah yang lagi in, yakni pengurangan limbah plastik dengan belajar kembali ke desa. Warga desa kalau belanja membawa tas jinjing sendiri dari rumah, menyediakan minum pakai kendi atau gelas tanpa plastik air mineral, dll.