Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pisang Goreng dan Sepatu Bally Ampuh Melawan Korupsi

26 Juni 2020   18:16 Diperbarui: 26 Juni 2020   18:12 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hingga hari ini tak sedikit partai politik (parpol) yang mendeklair sebagai parpol bersih. Tapi barangkali catatan parpol akan berbeda dengan catatan rakyat atas rekam jejak elit dan kader parpol yang terlibat korupsi.

Sangat mungkin, parpol lebih berhati-hati dalam memuluskan elit dan kadernya dalam laga pilkada 2020. Namun demikian KPK maupun KPU tentu sudah punya daftar nama elit dan kader parpol yang kebetulan maju sebagai calon kepala daerah (cakada) yang pernah terjerat korupsi.

Kekurangcermatan parpol mencoret atau membatalkan elit dan kadernya yang eks koruptor menunjukkan semangat pemberantasan korupsi dari parpol masih jauh panggang dari api. Bisa jadi elit dan kader ini menjadi bagian penyokong pembiayaan parpol. Jika langkah itu terus dirawat bukan tidak mungkin justru malah bikin bopeng wajah parpol.

Artinya apa, masyarakat jauh lebih hormat dan acung jempol ketika parpol membuka informasi tentang para elit dan kader segamblang-gamblangnya. Hal ini akan membuat terang semuanya, sehingga secara maksimal publik dapat memberikan suara secara jernih dan sesuai ekspektasi. Kejujuran atau integritas dari parpol selalu dinanti masyarakat.

Praktik kelam korupsi, bisa kita simak catatan silam sederet nama para elit dan kader parpol yang digiring ke gedung bundar karena praktik korupsi. Namun demikian, kita layak berterimakasih dan dukung upaya dan aksi parpol dalam pemberantasan korupsi, dengan memberi sanksi tegas dipecat dari parpol dan proses hukum berjalan.

Indonesia Corruption Watch (ICW) pernah merilis hasil monitoring kasus korupsi di DPR-RI periode 2014--2019. Sebanyak 22 anggota dewan ditangkap KPK atas tuduhan korupsi yang berbeda-beda (Kompas.com, 3/10/2019). Pertanyannya kemudian adalah apakah para elit parpol itu meneladani para pendahulu, atau memang di simpang jalan? Hanya yang bersangkutan yang bisa menjawab. Sekurangnya kita tunggu janji parpol tak mencalonkan eks koruptor di pilkada 2020 (kompas.com, 12/12/2019).

Atau kita coba buka kembali lembaran sebelum Indonesia merdeka pun sudah terjadi praktik korupsi. Sejak masa Mataram Kuno, Majapahit dan Mataram Islam praktik kotor ini sudah berlangsung. Sebut saja, Patih Danureja yang ditampar sandal oleh Pangeran Diponegoro karena sang patih melakukan praktik korupsi dan menyalahgunakan kewenangan sebagai Patih.

Maka kemudian, RA Joyodiningrat (Bupati Karanganyar 1832-1864) pernah menulis naskah pertama tentang isu korupsi di Jawa. Begini penggalannya : "Agar perkara selesai, segalanya tergantung kehendak Raden Adipati Danurejo IV : barang siapa yang menyerahkan sogok dan upeti paling banyak berupa uang atau barang atau khususnya perempuan cantik, dialah yang akan dibuat menang."

Contoh lain, yakni praktik VOC di Indonesia yang hancur gara-gara pejabatnya suka korupsi. Melihat potret muram ini, sastrawan tak tinggal diam menyoroti praktik korupsi lewat untaian kisah, seperti Pramoedya Ananta Toer  dalam karyanya, "Korupsi," dan Mochtar Lubis (Senja di Jakarta).

ICW menyebut pemberantasan korupsi tak kunjung memberikan hasil maksimal lantaran belum menyasar hulu masalah, yakni parpol (Tribunews, 29/11/2019). Tentu saja, peristiwa-peristiwa di atas menjadi ironi di tengah upaya bangsa kita berjuang menghadirkan pemerintahan bersih dan melayani. Semua paham, parpol adalah produsen pemimpin negeri di masa mendatang.

Jika praktik korupsi masih disembunyikan, maka masyarakat akan memberi tanda khusus dan sulit memberikan mandat kepada parpol yang korup. Pepatah menyebutkan, sekali lancung ke ujian seumur hidup orang tak percaya. Ini yang harus perhatian besar oleh parpol, memulihkan kepercayaan masyarakat, memperoleh dukungan (suara) di pilkada maupun pemilu lainnya. Terpenting, menggaet kembali bagaimana rakyat merasa memiliki-handarbeni parpolnya (sense of belonging).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun