Hingga hari ini, kita bisa tracking pemberitaan tentang gerakan pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga (PKK) dan hasilnya nyaris sepi, baik di media meanstream maupun virtual. Apakah masih dianggap kurang menjual, atau barangkali sesenyap animo kaum muda untuk merelakan diri, mendaftar dan mewakafkan hidupnya buat gerakan PKK. Â
Padahal, salah satu indikator keberhasilan pembangunan wilayah/daerah juga dipengaruhi oleh kinerja tim penggerak PKK dan seluruh anggotanya yang tak melulu kaum perempuan dalam menghela program-programnya.
Juga tak sebatas kelompok ibu-ibu yang sudah tua atau pensiunan. Namun demikian, penilis percaya sekurangnya ada 1-2 kader milenial bersetia yang caring terhadap PKK.
Keunggulan PKK adalah jaringan komunikasinya yang terstruktur mulai dari tingkat pusat hingga Dasa Wisma, sehingga langsung menyentuh keluarga sebagai unit terkecil masyarakat.Â
Apabila Dasa Wisma ini dapat kita optimalkan perannya, maka kita akan mendapatkan data pilah (misalnya, kemiskinan) yang  riil di masing-masing keluarga. Dengan data yang valid, maka program-program pembangunan maupun kegiatan PKK lebih tepat mutu, tepat sasaran dan tepat guna.
 Tantangannya adalah bagaimana membudayakan 10 Program Pokok PKK dengan baik, maka PKK akan menjadi pilar yang kokoh dalam urusan sokong-menyokong menghapus kemiskinan di negeri ini.
Nada-nada miring acap dialamatkan kepada gerakan PKK, di luar distigma hanya numpang atau nebeng jabatan para suami, sehingga terkadang kerap disebut-sebut hanya pengaman program. Hal itu merupakan pandangan keliru, karena gerakan ini memiliki sumberdaya yang handal dan mengakar ke bawah. Tak dipungkiri, tidak sedikit prestasi kelompok-kelompok masyarakat lebih karena intervensi lembut PKK.
 Tolok ukur keberhasilan PKK yang sebenarnya tak hanya terletak pada seberapa progres report dana secara fisikal pendapatan atau produksi masyarakat menaik, tetapi lebih pada bagaimana gerakan ini mampu memberdayakan masyarakat, yang lebih berorientasi pada kematangan sosiokultur masyarakat.Â
PKK bukan spoiler pemerintah, tetapi lebih pada supporter pemerintah sekaligus triger (pemicu) perubahan ke arah kemajuan dan pembaruan dalam pengentasan kemiskinan.
 Program penanggulangan kemiskinan bukan saja ketidaksementaraan pendapatan meningkat, tetapi kepercayaan hidup selanjutnya wajib dipahami sebagai transformasi dari ketergantungan menuju kemandirian.Â
Wujud kemandirian tercermin dari tingkat kepedulian dan partisipasi atau memudarnya ketergantungan masyarakat kepada pemerintah.Â