Memang perkenalan kita tidaklah memakan waktu lama, baru puluhan ribu detik aku mengenalmu tapi jutaan detik sudah aku mengetahuimu. Entah kenapa sorak hati ini selalu bergembira ketika namamulah yang muncul di notifikasi handphone jadulku. Ibarat kata ada sekelompok cheerleader yang bersorak gembira ketika tim kesayangannya berhasil mencetak poin, begitulah aku ketika nada dering itu muncul dan kulihat namamu berada dibaliknya.
Perjalanan dimasa esok memang tidak pernah dapat kita ketahui, ya itu hanyalah cerita Tuhan dan hanya dia yang tahu. Sulit memang untuk dapat menebak mengenai hari esok, termasuk akan kemanakah kamu dan aku?
Tak muluk-muluk inginku, hanya ingin chatku kau balas dengan gembira sudah lebih dari kebahagiaan yang kuinginkan. Tetapi jika ceritanya lain, tentu aku berharap kaulah yang dapat mendampingiku ketika baju toga sudah kukenakan.
Seringkali kau bertanya kenapa bisa secepat itu?
Jujur itulah pertanyaan tersulit yang harus aku jawab, lebih sulit daripada hanya menghafal beberapa ayat mahakrya Tuhan.
Karena bagiku pertanyaan yang kau ajukan tidak bisa kujawab secara nyata. Ini masalah hati dan permasalahan bagaimana otak dan hati bersatu untuk menimbulkan rasa itu. Akupun tak mengerti kenapa bisa secepat itu.
Tapi tentulah kau tau bahwa ini bukanlah bahan bercanda, bukanlah sebuah lelucon dari seorang pelawak. Ini adalah kenyataan dan perasaan yang memang benar adanya dan itulah yang memang terjadi. Ingat, aku tak memaksa kamu untuk disini berstatus lebih dari teman biasa, jalanilah saja semua perjalanan hidup ciptaan Tuhan ini.
Ada satu keyakinanku, aku selalu merasa bahwa lebih cepat aku utarakan maka akan membuatku lebih baik, saat kau menolaknya aku dapat lebih cepat untuk bangkit dari kesedihanku, dan saat kau menerimanya aku bisa lebih cepat bahagia bersamamu. Tak mau aku menjadi Maudy Ayunda yang “cinta datang terlambat”. Sungguh itu merupakan penyesalan yang sangat teramat sakit dan menyedihkan.
Lalu, apakah aku hanya mampu berbicara tapi tak bisa membuktikan?
Tidak, tentu tidak. Kamu tak pernah tau apa yang aku lakukan dibalik semua apa yang aku utarakan. Namamu layaknya menjadi sebuah kewajiban untuk mengawali surat al-fatihah yang aku selalu bacakan, dan juga menjadi nama yang selalu terselip diantara kebaikan yang selalu aku pinta dan panjatkan.
Ini hanya menjadi ungkapan saja dari apa yang aku rasa, selebihnya kamu yang memutuskan. Tidak ada kuasa untuk aku memaksa hanya aku meminta saja.
Kemudian, maukah kamu menjadi bagian dari hidupku?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H