Mohon tunggu...
tenri aga
tenri aga Mohon Tunggu... -

aku senantiasa belajar untuk bisa memahami dan memaknai segala persolan hidup yg terjadi.dan aku adalah aku yg mungkin bukan apa2 bagi org lain

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kemana Mesti Mengadu?

23 September 2010   15:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:01 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Keadilan untuk masyarakat kecil sepertiku hanyalah mimpi mimpi yang munkin tak pernah jadi kenyataan.aku merasa keadilan hanya menurut keinginan orang yang berkuasa di daerah ini,sebut saja namaku tenrijampang.pendidikanku sangat rendah hingga untuk memamahami aturan di negri ini hanya menurut logika pikiranku saja .bahwa apa yang menjadi hak kita, wajib untuk kita dapatkan ,pengetahuanku tentang aturan dan keadilan hampir buta.kadang aku menduga keadilan juga buta hingga tidak bisah melihat celah orang-orang sepertiku yang mencarinya.apa karena aku tergolong orang yang terbelakan hingga tak perlu diperhatikan, bahasa indonesiaku saja tidak begitu lancar dan pasih ,pengalamanku hanya se ujung kuku hitam,yang aku tahu sepeninggal orang tuwaku mewariskan surat-surat tanah untukku,yang kurawat,kupelihara, kumiliki sampai saat ini.semestinya aku senang dan gembira dengan adanya warisan itu.andai saja apa yang kuanggap menjadi hakku juga menjadi milikku,lahan seluas 1.29 Ha .tetapi kenyataanya justru membuat aku mondar mandir selama Kuran lebih 1 tahun ke kantor DPRD,pertemuan dalam rapat telah banyak kulewati,hingga akhirnya ditarik kesimpulan bahwa surat-surat yang kuajukan sebagai bukti kepemilikan diragukan keaslianya ,tampa pernah sekali ditunjukkan padaku seperti apa surat yang asli menurutnya ,anehnya lagi setelah aku di beri harapan dan janji manis ,pada akhirnya di arahkan keranah hukum atau lasimnya disebut pengadilan.kadang aku bertanya pada diriku sendiri? Negeri macam apa ini .yang didiami oleh nenek moyangku hingga mewariskan ke susahan dan kepedihan yang tak berkesudahan kepadaku.betapa tidak adilnya kehidupan ini terhadapku,aku selalu berkata ,tak ada masalah bagiku sekalipun ada 1000 orang yang mengklaim tanah itu miliknya,jika punya bukti lebih kuat dan sah dari bukti yang aku punya,ambil sajah tanah itu,

Kisah ini diilhami dari kisah nyata seorang masyarakat yang menggugat pemerintah daerah. Jika anda punya saran dan solusi aku ada di imail ini (tenriaga @gmail.com)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun