Mohon tunggu...
Tengku Dhani Iqbal
Tengku Dhani Iqbal Mohon Tunggu... -

Wartawan, penulis, asal Sumatera Timur. Kini tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membubarkan DPR

23 Februari 2011   12:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:20 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kasus skandal Bank Century sebetulnya mengingatkan kita bahwa lembaga Dewan Perwakilan Rakyat sesungguhnya entitas yang aneh. Berhari-hari menghabiskan waktu dan uang, namun di ujung tak bisa berbuat lebih. Dan kini mereka hendak melakukan hal yang sama untuk kasus mafia pajak. Dalam semangat reformasi, lembaga tersebut memang perlu dipikirkan untuk dihilangkan. Bukan karena ia warisan Belanda, tetapi juga ia menjadi sesuatu yang tidak diperlukan dan tidak efisien dalam semangat desentralisasi. Bahkan, dalam banyak contoh kasus, ia merugikan.

Dewan Perwakilan Rakyat memang dapat ditelusuri keberadaannya sejak zaman penjajahan Belanda. Saat itu ia bernama Volksraad. Dibentuk pada penghujung 1916, ia berfungsi untuk mengurusi segala macam persoalan, seperti perlawanan petani kulit coklat, produksi, atau komoditas yang timbul di tanah jajahan. Keberadaan lembaga itu juga menandai munculnya keinginan memberikan otonomi dari Kerajaan Belanda di tanah jajahan yang mereka namai sebagai Hindia Belanda.

Seiring kedatangan Jepang dan hancurnya Belanda, Volksraad bubar. Saat Jepang hengkang, Indonesia segera mendirikan Komite Nasional Indonesia Pusat untuk membuat segala macam peraturan (sebagaimana Volksraad). Komite ini lahir pada 29 Agustus 1945, 12 hari sejak proklamasi Indonesia, di Jakarta. Ia beranggotakan 137 orang yang berasal dari banyak kawasan.

Pada 15 Februari 1950, Komite dibubarkan. Indonesia memasuki masa Republik Federal. Dan berdasarkan watak federasi, maka badan legislatif pun dibuat dua, yakni Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Negara atau Senat.

Saat itu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat berjumlah 146 orang yang mewakili negara-negara bagian. Negara bagian tersebut adalah Negara Republik Indonesia (49 orang), Negara Indonesia Timur, (17 orang), Negara Jawa Timur (15 orang), Negara Madura (5 orang), Negara Pasundan (21 orang), Negara Sumatera Timur (4 orang), Negara Sumatera Selatan (4 orang), Negara Jawa Tengah (12 orang), Negara Bangka (2 orang), Negara Belitung (2 orang), Negara Riau (2 orang), Negara Kalimantan Barat (4 orang), Negara Dayak besar (2 orang), Negara Banjar (3 orang), Negara Kalimantan Tenggara (2 orang), Negara Kalimantan Timur (2 orang).

Untuk Senat, keanggotannya berjumlah 32 orang. Ia diisi oleh negara-negara bagian yang masing-masingnya diwakili oleh dua orang. Dan Majelis Permusyawaratan merupakan sidang gabungan antara Dewan dan Senat tersebut.

Sejak Republik Indonesia Serikat dibubarkan pada 17 Agustus 1950, keberadaan Senat pun lenyap. Tinggallah Dewan Perwakilan Rakyat seorang yang menjadi pengimbang pemerintah. Dewan diisi oleh partai-partai politik yang datang dan pergi. Daerah-daerah tak terperhatikan, terutama pada rezim militer Jenderal Suharto. Daerah dianggap cukup diwakili oleh apa yang disebut utusan daerah; sesuatu yang mengasumsikan daerah adalah satu entitas tunggal, tak jamak.

Dewan Perwakilan Rakyat ini memiliki peran sebagai pembuat undang-undang dan anggaran bersama pemerintah. Ia dapat membahas, menerima, atau menolak usulan undang-undang yang diajukan pemerintah. Ia berposisi sebagai lembaga kontrol atas pemerintah.

Namun, pada 1998 reformasi melanda Indonesia. Jenderal Suharto dirobohkan rakyat. Bersama dengan itu, menyeruak suara-suara merdeka dari berbagai penjuru tanah air. Indonesia hendak mengalami nasib seperti Uni Soviet. Banyak daerah yang sudah berpikir bahwa Indonesia betul-betul menggantikan Belanda: sama-sama menghisap dan menjajah. Di masa ini, Timor Timur merdeka.

Untuk mengakomodir keadaan itu, maka pada 21 November 2001 dibentuklah lembaga yang dapat mewakili daerah dengan nama Dewan Perwakilan Daerah. Tentu saja, Dewan ini dapat dilacak asal usulnya pada masa Republik Indonesia Serikat, yakni Senat, yang merupakan perwujudan dari eksistensi negara-negara yang sebelumnya telah berdaulat.

Kehadiran Dewan Perwakilan Daerah ini seperti menjawab apa yang diimpikan oleh proklamator Muhammad Hatta namun dikhianati Sukarno, dan yang menjadi janji Sukarno dengan banyak negara/daerah kala berperang melawan Eropa. Daerah kembali mendapatkan otonominya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun