Sebagai urban kenthir, lelaki paruh baya itu memasuki pergaulan kota dengan modal nekad. Pada umumnya ia bekerja sebagai buruh bangunan, tapi adakalanya ia menerima permintaan memanjat kelapa. Itu sebagai upaya mencari tambahan beras, apa salahnya pula?
Jika ia memanjat kelapa, ia akan melepas pakaiannya sehingga tinggal kolor kumal. Baik gerakannya maupun pakaiannya, benar-benar menggambarkan penampilan seorang tarzan.
Tapi pagi itu ia mendapat sedikit masalah. Ketika sedang sibuk memetik kelapa, tiba-tiba 'sesuatu' menggigit ubun-ubunnya. Mungkin laba-laba berbisa, mungkin kelabang, atau mungkin juga tawon. Itu membuatnya meluncur turun dengan panik.
Untunglah, pemilik pohon kelapa berbaik hati segera membawanya ke Rumah Sakit, untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan.
Di ruang gawat darurat yang ber-AC itu, seorang perawat cantik menyambut, tersipu-sipu karena malu demi melihat pakaian minim pasien istimewa itu. Inilah dialognya:
"Bapak, keluhannya apa?"
"Saya digigit binatang. Di sini, di kepala saya!"
"Hah!? Mari saya lihat!" Si perawat cantik mencoba menyibakkan rambut kumal itu dengan ujung ballpoint-nya, dan menemukan bekas seperti tusukan jarum.
"O, bapak digigit tawon. Bekasnya hanya satu. Ini pasti tawon besar!"
"Tawon tidak menggigit, Neng, ia menyentup!"
"Oh...., he he he.... benar juga Bapak ini...." Perawat itu geli sendiri dengan ucapannya. Ternyata lelaki bertampang tarzan ini kritis juga. Sambil menyiapkan kertas tulis, ia bertanya lagi: