Mohon tunggu...
Tengku Bintang
Tengku Bintang Mohon Tunggu... interpreneur -

Pensiunan

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Perlu, Neo-KPK

25 Februari 2014   23:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:28 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rancangan Undang-undang KUHAP yang sedang dikonsep oleh Prof. Harkristuti Harkrisnowo dkk, mendapat tentangan dari berbagai pihak. Hujatan dan caci-maki berkeliaran. Mulai dari pakar hukum sampai orang yang buta hukum angkat bicara, dengan keperihatinan yang sama, bahwa UU yang baru itu akan 'mengutungi' sebagian kewenangan KPK. Itu tak boleh terjadi. Yang diperlukan  sekarang ini adalah memperkuat KPK. Jangan berdalih macam-macam yang pada akhirnya melemahkan KPK!

Harkristuti   menjawab, RUU yang sedang disiapkannya itu tidak dimaksudkan untuk melemahkan KPK, melainkan memperkuatnya, dengan membangun peradaban hukum secara keseluruhan. Justru orang-orang yang menolak itulah yang melemahkan KPK, dengan membiarkan pembangunan hukum terbengkalai.

Perdebatan mengenai ini masih terus berlangsung, makin sengit dari hari ke hari. Sampai-sampai dua raksasa hukum,  Prof Andy Hamzah dan Prof JE. Sahetaphy 'bentrok' di ILC mengenai ini, suatu bentrokan yang membuat keduanya putus urat malunya. Yang dituding melemahkan mengaku memperkuat, yang mengaku memperkuat justru dituding melemahkan. Media massa utama ikut menyumbangkan peran kapitalisnya, membangun opini publik. Sehingga pada akhirnya nanti dapat diprediksi, pemberlakuan UU ini bakal tertunda.

Sementara itu tindak korupsi terus berlangsung, malah makin menggurita belakangan ini. Sudah 15 tahun reformasi bergulir, tak satu pun kasus KKN yang memicu meletusnya gerakan reformasi itu diusut tuntas oleh KPK. Semuanya mengambang, antara ya dan tidak. Yang moncer dilakukan KPK  sekarang ini adalah mengurusi kasus suap dan memanggili  artis-artis.

Karena itu perlu jalan tengah sebagai win-win solution, agar hajat kedua pihak terjembatani dengan mulus. Solusinya itu adalah dengan mendirikan Neo-KPK, sepenuhnya terdiri dari orang baru, gedung baru dan semangat baru. UU yang digunakan tetaplah UU Tipikor dan UU KPK yang telah ada, namun dengan restriksi yang kuat bahwa Neo-KPK itu wajib menjalankan UU Tipikor dengan benar. Yang ditanganinya adalah tindak pidana korupsi di kalangan Penyelenggara Negara, sasarannya mengembalikan uang negara yang dikorupsi itu kembali ke kas negara, dan tujuan mulianya adalah menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Dengan demikian semua pihak puas.   Pembangunan peradaban hukum tetap berjalan, pemberantasan korupsi juga berjalan, dan KPK-nya Abraham Samad tetap dapat memanggili artis-artis.

Aman, kalau begitu!

*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun