Mohon tunggu...
Tengku Bintang
Tengku Bintang Mohon Tunggu... interpreneur -

Pensiunan

Selanjutnya

Tutup

Nature

Memutus Asap, Mengurai Gambut

8 Oktober 2012   05:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:05 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13496751241878023137

Banyak orang mengira bencana asap yang melanda Sumatera dan Kalimantan setiap tahun adalah kebakaran  yang disengaja. Ada petani menebangi pepohonan lalu membakarnya sesudah kering, atau pengusaha perkebunan membuka hutan dengan menyulut api. Kemudian api itu menyebar, lepas kontrol, lidah api berjilam-jilam dan remah-remah dedaunan beterbangan. Karuan saja praktik itu dituding sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas bencana lingkungan ini.

Padahal tidak!

Kebakaran itu bermula dari sebab yang misterius. Mungkin ulah pencari rotan, pencari kayu bakar, nelayan sungai, atau pengendara yang iseng membuang puntung rokok di tepi jalan. Atau ada peristiwa alam yang membuat api memercik di tengah hutan. Itulah penyebab yang paling masuk akal.

Karena tak ada petani membakar lahan di pertengahan musim kemarau, dan tak ada pengusaha perkebunan membuka lahan dengan mengandalkan api. Bencana asap jauh lebih menyiksa bagi warga yang berada di dekatnya, dibandingkan dengan warga kota yang jauh dari lokasi. Selain dari itu, kebakaran dapat memusnahkan harta benda mereka dan mengancam keselamatan jiwa. Warga pedesaan akan memilih menghadapi se-batalyon  ular kobra yang mengepung pemukiman mereka, daripada menghadapi ancaman api. Lebih-lebih api yang menyusup ke dalam gambut.

Itu bukanlah kebakaran yang disengaja!

Kebakaran gambut itu spesifik,  memiliki kemiripan dengan perilaku api dalam sekam. Pusat api berada di dalam tanah, tidak terlihat, tetapi asapnya menjadi-jadi. Ciri khas asap dari lahan gambut adalah baunya yang sengak dan tajam. Pada peristiwa kebakaran lahan gambut tahun lalu, penulis pernah berjalan kaki di perkebunan sawit di sisi Sungai Batanghari, Jambi, di atas lahan yang terbakar. Untuk mencari titik apinya dilakukan dengan menusukkan besi behel ke dalam tanah, mencabutnya lagi , lalu meraba tingkat kepanasan besi itu, untuk menebak lokasi api. Sebab titik api tidak mesti berada di bawah lobang asap, bahkan bisa beberapa meter jaraknya.

Ketika itu kami memastikan bahwa tak ada cara yang dapat ditempuh selain memohon alam bermurah hati menurunkan hujan. Sebab tak mungkin membelokkan Sungai Batanghari membenamkan lokasi itu. Akhirnya kami pasrah menerima nasib. Banyak pohon sawit yang tumbang, banyak pula yang mati diam di tempatnya berdiri.

Gambut, adalah remah-remah dedaunan dan potongan ranting dari jaman lewat yang gagal membusuk, menumpuk di satu areal luas karena terbawa banjir. Lapisan terbawah yang berumur paling tua, berubah menjadi batubara, sedangkan bagian atasnya tetap dapat dikenali sebagai remah-remah hutan. (Saya pernah menemukan kepala ayam membatu dalam lapisan gambut, unik sekali, tapi sekarang sudah hilang). Konon, lapisan gambut paling tebal terdapat di Hutan Amazon, mencapai 20 meter tebalnya. Sedangkan bobot semua gambut yang ada di dunia ini diperkirakan seberat 4 milyar metrik ton,  setara dengan berat Pulau Sumatera berikut seluruh penghuninya jika ada yang bisa menimbangnya.

Pada musim hujan, areal gambut itu disebut rawa-rawa karena memang tergenang air, mustahil terbakar. Tetapi jika kemarau panjang melanda dan semua rawa-rawa telah mengering, lapisan gambut itu tak ubahnya timbunan jerami kering menanti datangnya percikan api. Jika sudah terbakar tak ada yang bisa memadamkannya lagi!

Di Indonesia ini, areal gambut terluas terdapat di dataran rendah Pantai Timur Sumatera, dan di dataran rendah Kalimantan. Asal cerita mengapa daerah itu menjadi hunian gambut, ada korelasinya dengan Zaman Dinosaurus, yaitu ketika Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan masih menyatu dengan daratan Asia. Lihat gambar berikut:

[caption id="attachment_210294" align="aligncenter" width="300" caption="Banjir bandang dari daratan Asia membawa gambut ke Indonesia"][/caption] Untuk meminimalisir kebakaran pada lahan gambut itu, tak ada cara selain membuat sabuk-sabuk hijau membelah rawa-rawa bergambut. Bisa berupa kebun karet atau kelapa sawit atau sawah ber-irigasi. Akan tetapi ide semacam itu bisa membuat LSM Dunia dan LSM Lokal kebakaran jenggot, sehubungan alasan pelestarian alam dan habitat hidup satwa langka.

Di era Suharto dulu, pernah muncul gagasan untuk membuka persawahan sejuta hektar di rawa-rawa Kalimantan. Akan tetapi rencana itu gagal total karena salah perencanaan, selain digerogoti para koruptor dan ditentang habis-habisan oleh Pecinta Lingkungan. Sekarang ini, hampir seluruh Wilayah Kalimantan diselimuti bencana asap setiap kemarau panjang tiba.

Di pesisir timur Pulau Sumatera, keadaannya sudah jauh membaik dengan banyaknya perkebunan dibuka. Lokasi kebakaran pun lebih mudah dicapai dengan banyaknya infrastruktur jalan dan saluran-saluran air dibuat. Demikian pula para petani dan pemilik kebun kelapa sawit akan segera berjuang memadamkan api manakala api muncul, sebelum membesar dan mengancam lahan miliknya.

Salam Gambut.

Sumber gambar: disini

****

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun