Mohon tunggu...
Tengku Bintang
Tengku Bintang Mohon Tunggu... interpreneur -

Pensiunan

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Isyarat KPK dan DPR yang Tidak Peka

29 Oktober 2013   09:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:54 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1383028980866656869

[caption id="attachment_297892" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com)"][/caption] Ada beberapa metode komunikasi virtual yang mesti dipahami dengan kedalaman cipta karsa. Seekor induk punai, misalnya, akan segera melompat dan menggelepar-gelepar di tanah jika musang mendekati sarangnya. Dengan berpura-pura cedera berat, si musang merasa bakal dapat rejeki nomplok lalu mengejarnya. Selamatlah anak-anak punai di sarang! Pada peradaban manusia jaman batu, sebelum dikenal adanya alat tulis apalagi telepon dan internet sebagaimana sekarang ini, seorang gadis biasa mengirimkan daun buluh dan biji cabai rawit kepada kekasihnya nun jauh disana. Buluh melambangkan rasa rindu, cabai rawit melambangkan perih di mata. Berarti si gadis betul-betul sedang merindu sampai meneteskan airmata. Jika si pemuda mengirimkan daun semanggi sebagai balasannya, berarti si pemuda juga sangat rindu, sampai kepalanya keriting-keriting menyerupai daun semanggi. Ketika pulang dari AS dalam rangka memeriksa Sri Mulyani terkait kasus Century, Abraham Samad berkata bahwa ia telah memahami persoalan kasus itu sampai sedetail-detailnya. Karena itu ia berkata kasus Century ini sebenarnya bukan lagi urusan KPK, tetapi urusan DPR. Karena itu DPR-lah yang harus menindaklanjutinya. Tetapi rupanya Komisi III/DPR tidak memahami maksud Abraham Samad ini. Larut dalam emosi dan pengaruh Ruhut Sitompul, Timwas Century terus mengandalkan KPK. Pokoknya semua kasus korupsi harus ditangani KPK. Mampu atau tidak mampu, pokoknya harus mampu. Kucurkan lagi dana operasional, dukung dengan tepuk tangan. Ayo, maju terus KPK! Ditindih oleh beban berat di pundaknya, dan appalus masyarakat yang tak ada putus-putusnya, sekali lagi KPK unjuk rasa dengan melakukan maneuver-manuver irrasional; menangkapi orang tanpa alasan yang jelas. Yang tidak melakukan korupsi ditersangkakan korupsi, sedangkan koruptor betulan bebas berkeliaran. Yang tidak menerima suap ditersangkakan menerima suap. Maharani Suciono yang tidak tahu ujung-pangkal perkara disita harta bendanya, sedangkan Sengmen dan Bunda Puteri yang terindikasi memboyong uang suap 40 milyar dinyatakan tak ada keterkaitannya. Tidak jelas lagi apa yang disebut suap apa yang disebut korupsi apa yang disebut tertangkap tangan. Silang sengkarut tak karuan. Kemarin ada seorang perempuan setengah waras bernama Bunda Puteri bertandang ke Gedung KPK, mengaku dirinya Penasehat KPK, punya tabungan Rp. 1 Trilyun di HP-nya. Tetapi Komisioner KPK tak ada yang berani menemuinya. Ngacir semuanya! Dari sudut tak terduga, praktisi hukum senior Adnan Buyung Nasution memekik dengan amarah memuncak. Ia menuduh KPK tidak mematuhi prosedur hukum dalam menegakkan hukum. Melakukan penggeledahan tanpa disaksikan oleh seorang pun pihak tersangka. Siapa bisa memastikan objektifitas penggeledahan seperti itu? Untung saja Penyidik KPK tidak menemukan puntung ganja dan boneka jepang di ruangan yang di periksa itu. Kalau mereka mengaku menemukan sex-toys yang belum dicuci, siapa bisa membantahnya? Johan Budhi dari KPK menanggapinya, “Silakan ajukan keberatan sesuai prosedur. Ada saluran hukum mewadahi keberatan seperti itu. Kita ini negara hukum…,” katanya dengan enteng. Tinggallah Adnan Buyung terbengong-bengong. Merasai betapa sakitnya kedalaman ilmunya puluhan tahun merenangi samudera hukum dikandaskan oleh Johan Budi. Barangkali Adnan Buyung belum tahu bahwa Johan Budi itu bukan sarjana hukum. Satu hal yang mesti diingat bahwa DPR adalah Penguasa Hukum Tertinggi di Bumi Pancasila ini. Apa pun situasinya, UUD 45 mengamanatkan bahwa DPR adalah perwakilan dari Rakyat Indonesia, pemilik paling sah Republik Tercinta ini! Selamat Bekerja untuk semuanya. Salam Bahagia dan Terus Berkarya. *****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun