Mohon tunggu...
Tengku Bintang
Tengku Bintang Mohon Tunggu... interpreneur -

Pensiunan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gadis Malala Yousafzai di Negeri yang Terkoyak

19 Oktober 2012   02:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:40 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_212120" align="aligncenter" width="300" caption="Malala Yousafzai, 14 tahun"][/caption]

Di awal Oktober ini, kota wisata Mingora beriklim sejuk di lereng pegunungan bagian utara Pakistan (272 km dari Rawalpindi) menyentakkan dunia dengan tragedi pilu. Salah satu gadisnya yang tercantik, Malala Yousafzai, 14 tahun, diberondong tembakan oleh sisa-sisa Pejuang Thaliban yang bersembunyi di kota itu. Simpati dunia pun mengalir, diiringi sumpah-serapah atas kekejian ekstrimis Thaliban. Kini Malala dirawat di RS Cambridge di Inggris, dan dikabarkan kondisinya terus membaik.Dunia sedang berjuang untuk menyelamatkannya!

Bicara Thaliban berarti  bicara tentang Afghanistan. Bicara Afghanistan, terpaksa menelisik sepak-terjang dan ambisi tokoh-tokohnya, baik nasional maupun internasional,yang membuat negeri itu tercabik-cabik. Termasuk di antaranya adalah; Babrak Karmal, Leonid Brezhnev, Muhammad Najibullah,Burhanudin Rabbani, Zulfikar Ali Bhutto, Osama Bin Laden, George W. Bush, Hamid Karza’i, dan terakhir…. Barrack Obama!

Adalah Presiden Uni Sovyet, Leonid Brezhnev, yang mengawali babak baru tragedi Afghanistan dengan ambisinya mempertahankan rejim komunis di negeri Para Mullah itu. Kremlin melakukan invasi militer besar-besaran, 1978, untuk menyokong kekuasaan Presiden Babrak Karmal yang berhaluan komunis, melawan pemberontakan kaum fundamentalis yang bernaung di bawah bendera Mujahidin. Perang terbuka antara pasukan pendudukan melawan gerilyawan miskin tak terhindarkan. Api perang membara di seluruh penjuru negeri. Pada titik ini, Amerika Serikat melihat kesempatan untuk ambil bagian berebut pengaruh di Asia Tengah, sekaligus membasmi paham komunis dari muka bumi. Dengan dukungan beberapa negara Arab lainnya, termasuk Arab Saudi dan Pakistan, intelijen AS secara terang-terangan memasok persenjataan kepada Pejuang Mujahidin - rudal stinger yang terkenal - yang akhirnya berhasil menggulingkan Babrak Karmal. Berakhirlah perang 10 tahun dengan kekalahan di pihak komunis. Kremlin mengibarkan bendera putih dan menarik diri sepenuhnya dari medan perang, 1988, setelah mengorbankan sia-sia lebih dari 80.000 nyawa prajuritnya di Pegunungan Afghanistan.

Meskipun AS berada di belakang tumbangnya rejim komunis, tetapi negara adidaya itu tak berminat memasuki lapangan permainan terlalu jauh. Menghindari terjerumus mimpi buruk kedua setelah Vietnam, George Bush menahan diri di tepi, berharap Pejuang Mujahidin menangani ekor pertempuran dengan menyelenggarakan pemilu yang demokratis. Menyelesaikan sendiri urusan dalam negerinya!

Kenyataannya Mujahidin gagal menyelenggarakan pemilu yang legitimate. Saling curiga antar faksi meruyak. Hasrat berkuasa mendorong sifat-sifat serakah para pemimpin naik ke permukaan. Memang benar Burhanuddin Rabbani telah duduk di kursi presiden, tetapi pemimpin dari faksi lain tidak mengakuinya. Perang saudara pun meletus, yakni perang yang sangat keji dan biadab. Afghanistan kembali dirundung kelam. Pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, pembakaran…. menjadi-jadi!

Lambat-laun, dari puing-puing kehancuran itu muncul secercah harapan. Yaitu harapan yang lahir dari rahim terdalam Afghanistan, yang disiram dan disuburkan oleh airmata penderitaan, bersama doa dan restu kaum ibu, yaitu Kesatuan Aksi Pelajar dan Mahasiswa, yang menamakan diri : Thaliban! (thaliban, artinya pelajar)

Bagaikan meteor yang melintas di langit malam, Thaliban disambut dan dielu-elukan oleh seluruh rakyat. Pembaharuan telah dimulai. Sarang-sarang bandit diberantas, judi dan miras dilarang. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Afghanistan kegiatan tradisional adu anjing diharamkan. Rakyat pun bersimpati, dunia menyambutnya dengan tangan terbuka. Dukungan dari dalam dan luar negeri mengalir bagaikan gelombang.

Presiden Pakistan, Zulfikar Ali Bhutto, adalah pendukung setia Thaliban. Begitu pula negara-negara Arab lainnya. Tak terkecuali Amerika Serikat, melalui agen-agennya memasok senjata dan perlengkapan perang. Terseliplah salah satu penyumbang dana yang misterius, Osama Bin Laden, yang keberadaannya dikait-kaitkan dengan aktifitas CIA di Tanah Arab, yang entah dari mana memiliki kekayaan sebegitu banyak untuk dihambur-hamburkan mendukung perjuangan Thaliban. Kelak, hubungan antara Osama Bin Laden dengan CIA terpendam dalam kegelapan penuh intrik.

Dalam waktu singkat Thaliban menyapu Afghanistan, mengusir angkara murka. Akan tetapi kedangkalan tetaplah kedangkalan, ia akan menunjukkan wujud aslinya manakala berhadapan dengan realitas politik. Prinsip Syari’at Islam yang diterapkan oleh Thaliban membuat masyarakat tertekan, akhirnya simpati berubah menjadi antipati. Ketika pemilu digelar, pemenangnya bukanlah Mullah Oemar, pemimpin tertinggi Thaliban, melainkan yang dipilih rakyat adalah Hamid Karza’i, seorang moderat yang justru berseberangan dengan Thaliban. Diam-diam Amerika Serikat pun mulai menjaga jarak, demi melihat sifat fundamentalis pada sekutunya.

Lebih-lebih setelah peristiwa runtuhnya World Trade Center di New York. Pemerintah Amerika Serikat secara resmi menuduh Osama Bin Laden sebagai otak serangan teroris itu, dengan dukungan Thaliban di belakangnya. George W. Bush bersumpah akan memberantas Thaliban sampai ke akar-akarnya di Bumi Afghanistan, dan akan mengirim pasukan untuk membantai Osama Bin Laden tepat di jantung markasnya.

Dan itulah yang terjadi.

Mau tak mau, Thaliban kembali mundur ke pegunungan, membawa cap teroris di punggungnya. Dunia membencinya, dan Rakyat Afghanistan menjauhinya. Meskipun, tak dapat dipungkiri, sebagai kelompok yang tumbuh dari kemurnian jiwa pelajar dan mahasiswa, kerinduan terhadap masa-masa keemasan Thaliban masih tersimpan di benak banyak orang. Thaliban adalah anak-anak yang berpengharapan sederhana, namun praktek politik dan campur tangan kekuasaan mengotorinya.

Di kota pariwisata Mingora yang merupakan titik pangkal perlawanan Thaliban, Gadis Belia Melala berkicau di akun facebook-nya. Dengan keluguannya, ia mengecam Thaliban, memancarkannya ke Situs BBC London, yang lalu menangkapnya sebagai sesuatu yang layak disebarluaskan. Akhirnya Melala yang cantik menjadi pujaan dunia, menobatkannya sebagai pejuang perempuan, dan berbagai penghargaan dunia dipersiapkan untuknya. Di usianya yang 14 tahun!

Terserah bagaimana Anda menyikapi peristiwa memilukan ini. Semoga Melala lekas sembuh. Sesungguhnya Melala masih terlalu belia untuk mengerti apa yang terjadi pada dirinya, mengapa orang- orang memujinya dan mengapa Thaliban menghendaki kematiannya. Ia hanya berkicau, seperti burung manyar di ranting pinus, pendek-pendek namun indah. Dan celakanya, dunia ini pun tak sadar bahwa pemujaan terhadap seorang Melala adalah bentuk lain ‘upacara persembahan’ anak tak berdosa agar dewa-dewa ikut mengutuk Thaliban!

Tak bisa lain! [caption id="attachment_212546" align="aligncenter" width="416" caption="Kota kecil Mingora, tempat Malala mengalami percobaan pembunuhan, adalah kota wisata yang makmur di Lembah Swat, Pakistan Utara, dipagari pegunungan bersalju tempat rekreasi ski para pelancong mancanegara."]

1350871715317199241
1350871715317199241
[/caption] [caption id="attachment_212118" align="aligncenter" width="300" caption="Adu anjing yang sempat dilarang di era Thaliban, kini telah digiatkan kembali. "]
1350643679989859296
1350643679989859296
[/caption] Sumber photo: disini

*****

By: Tengkubintang, dari berbagai sumber.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun