Mohon tunggu...
Tengku Bintang
Tengku Bintang Mohon Tunggu... interpreneur -

Pensiunan

Selanjutnya

Tutup

Money

Semoga Tak Ada Pemadaman Listrik Bergilir

4 Juni 2012   06:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:25 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam pidato hemat energy kemarin itu Presiden SBY menyebut-nyebut sesuatu mengenai keberhasilan penghematan energy di masa lalu, yang patut dijadikan contoh. Yang mana lagi kalau bukan sekitar 2008, ketika pemerintah memotong anggaran departemen-departemen tertentu hingga 30 %, yang berakibat pemadaman listrik bergilir secara serentak di Seluruh Indonesia. Tiga kali dalam sehari, masing-masing 3 jam, setiap pelanggan gelap-gulita tanpa ba-bi-bu. Kecuali rumah pejabat dan kantor-kantor pemerintah, tetap terang benderang karena disuplai dengn jaringan listrik ganda. Tampaknya pemerintah sangat terkesan dengan penghematan gaya kuno itu dan berhasrat mengulanginya lagi….

Tetapi, semoga tidak!

Karena tindakan itu sangat melukai perasaan masyarakat. Setiap pelanggan rela bersusah-susah mengurus sambungan PLN dan tak pernah menunggak pembayaran rekening listrik setiap bulan, malah menjadi korban. Sedangkan para pejabat dan kantor pemerintah yang tak pernah merasakan susahnya membayar tagihan, tetap menikmati pasokan. Boleh saja Presiden SBY bangga karena memiliki Menkeu Sri Mulyani yang katanya terbaik se-Asia Tenggara ketika itu, dan sekarang muncul Meneg BUMN Dahlan Iskan yang katanya terhebat sejagat langit, tetapi pemadaman listrik bergilir tetaplah pemadaman listrik bergilir. Ia menjadi momok menjengkelkan dari sebuah malapetaka ekonomi. Bahkan kelompok ibu-ibu tak sungkan-sungkan menggeruduk kantor PLN jika kebijakan itu diulang lagi.

Persoalannya tidak terletak pada semangat nasionalisme atau tidak. Masyarakat Jepang rela bergelap-gelap karena memang ditimpa bencana tsunami, sedangkan yang terjadi di Indonesia bukan tsunami tapi bencana korupsi. Problem energy diJepang segera pulih setelah pemerintah memperbaiki reaktornya, sedangkan Pemerintah Indonesia tak pernah serius menyelesaikan kasus korupsi. Jangankan menyelesaikannya, malahan menutup-nutupinya sampai membusuk dan menghancurkan sendi-sendi perekonomian bangsa.

Krisis energy di Indonesia diakibatkan oleh ketidakseriusan pemerintah mengelola energy. Dari tahun ke tahun, dari tragedi ke tragedi, tak ada pembenahan. Kebijakan Pertamina mengimpor BBM melalui makelar di Singapura telah sering dipertanyakan, tetapi tetap dilaksanakan. Berarti pemerintah memang tak berniat melakukan efisiensi.

Ironisnya lagi, sudahlah kesulitan mengurus BBM, malah Dirut Pertamina yang perempuan itu sibuk mendanai sepakbola di kampung-kampung, memboroskan kas Pertamina saja. Sedangkan Meneg BUMN Dahlan Iskan bertekad menghemat BBM dengan berkhayal sesuatu mengenai motor listrik, mobil listrik, putera petir, pendawa lima….. Padahal semua itu barulah angan-angan. Jangankan Kiat Esemka bengkel kampung itu, sedangkan Roll-Royce atau Lamborghini belum mampu membuat bis antar kota yang digerakkan oleh listrik. Yang sudah ada barulah mobil-mobilan Si Buyung memakai batu-baterai, made in Hongkong!

Faktanya, hingga sekarang pendistribusian tabung gas elpiji saja tak pernah beres!

Tiba-tiba muncul kebijakan pembatasan pasokan BBM, yang membuat kenderaan antri berjam-jam di SPBU! Beratus-ratus kenderaan, sampai berkilo-kilometer panjang antriannya.

Pantaslah Warga Kalsel mengamuk. Seluruh gubernur di Kalimantan mendukung unjuk rasa memblokade Sungai Kapuas, untuk menghentikan pengiriman batubara ke Pulau Jawa. Belum lagi jika unjuk rasa itu menjalar ke pulau lain. Itu bisa membuat PLTU Suralaya berhenti beroperasi. Kalau mau gelap, biarlah gelap semuanya. Kalau mau bangkrut, biarlah bangkrut semuanya!

Yang penting jangan sampai ada pengurangan pasokan BBM, dan jangan sampai ada pemadaman listrik bergilir. Kalau pemerintah kesulitan mengelola APBN, itu urusan pemerintah sendiri. Silakan cari utangan ke luar negeri sampai segunung. Kalau pemerintah tak dapat lagi mengemis utangan ke luar negeri, silakan sita semua harta koruptor itu dan jadikan pembayar hutang…..

Masyarakat luas, terutama warga pedesaan, kami tak pernah ikut-ikutan merusak Perekonomian Indonesia itu. Yang merusaknya adalah pemerintah sendiri.

*****

Kritang, Riau, 4 Mei 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun