Mohon tunggu...
Tengku Bintang
Tengku Bintang Mohon Tunggu... interpreneur -

Pensiunan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Merekonstruksi Penerbangan Shukoi SSJ-100 Dengan Logika Rasional

14 Mei 2012   13:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:18 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak pendapat menginginkan agar masyarakat awam tidak mengeluarkan prediksi apa pun mengenai kecelakaan pesawat Shukoi di Gunung Salak. Serahkan pada ahlinya, begitulah kira-kira.Akan tetapi kita sebagai manusia biasa - termasuk penulis sendiri - tak dapat begitu saja menelan apa kata orang. Masing-masing kita punya logika, asalkan didasari niat baik dan sebagai bentuk keprihatinan atas musibah itu, hendaknya setiap orang bebas mengemukakan pendapat.

Sesungguhnya pula, tak ada yang tahu apa yang sesungguhnya terjadi, kecuali Tuhan. Bahkan pilotnya sendiri andai ia hidup, bingung jika ditanyai. Kotak hitam itu pun bukanlah malaikat serba tahu, melainkan hanya rekaman, pembicaraan dan data-data rute. Kebanyakan isinya telah kita tahu, yaitu pembicaraan antara pilot dan menara pengawas, juga arah terbangnya, kecepatannya dan lain-lainnya.

Lagi pula, sebegitu banyak kecelakaan pesawat terbang di dunia ini, kotak hitam itu tapi tak pernah memberi jawaban signifikan. Sisip sedikit malah jadi kambing hitam. Isinya direkayasa oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Soalnya tak sembarang orang bisa membuka kotak itu dan menganalisa isinya. Dikabarkan bahwa yang berhak membukanya adalah pabriknya sendiri di Australia.

Padahal kita tidak memerlukan pembuktian siapa yang salah, karena musibah sudah terjadi. Yang kita perlukan adalah jawaban atas pertanyaan, mengapa kecelakaan ini terjadi? Lain tidak! Karena kita hendak menghindari kejadian serupa di kemudian hari. Itulah satu-satunya hikmah yang kita perlukan, dan itu pula satu-satunya cara menghargai para korban, agar kematian mereka yang mengenaskan itu tidak berlalu sia-sia.

*****

Mulai dari awal, penerbangan itu diberi judul Joy Flight, menuju pantai selatan. Ketetapan Pelabuhan Ratu sebagai tujuan adalah keputusan dari pilotnya, berdasarkan saran-saran yang diterimanya. Misi promosi dianggaptelah selesai, diakhiri dengan mempersembahkan Joy Flight. Suatu hal yang lumrah bagi awak pesawat asing, semacam balas jasa atas layanan hangat yang mereka terima selama di Indonesia (ingat, besoknya mereka akan pulang). Maka mereka mengajak siapa saja yang pernah membantu atau berurusan dengan mereka. Itulah mengapa begitu banyak Pramugari Indonesia ikut, sebagai bukti keakraban antara Pramugari Shukoi dengan Sky Aviation (Indonesia).

Fakta lain bahwa awak pesawat membagikan minuman kepada penumpang di dalam pesawat, membuktikan eratnya tali persahabatan itu. Awak Shukoi benar-benar hendak menjamu tetamunya.

Kemudian pesawat mengudara.

Di perjalanan, tiba-tiba tergerak keinginan untuk melihat-lihat pemandangan lereng Gunung Salak. Kemungkinan ada penumpang yang mengajukan permintaan itu kepada pilot. Terdorong untuk menuruti kehendak tamunya, juga pilotnya sendiri berkeinginan melihatnya, maka pilot mengajukan permintaan kepada PLLU untuk menurunkan pesawat. Maksudnya, hendak memasuki celah dua ketinggian itu.

Pilot-nya pasti tahu posisi dan ketinggian Gunung Salak.Mustahil pilot tidak mengetahuinya, karena ia telah mempelajari peta sebelum berangkat. Meski pun PLLU memberi petunjuk untuk menghindari Gunung Salak, tetapi diam-diam pilot tetap memasukinya. Hal begini biasa dilakukan oleh mereka yang sedang Joy Flihgt (terbang bersenang-senang). Pelanggaran semacam ini lumrah dilakukan dalam joy flight, dan tidak pernah menimbulkan masalah jika tak terjadi musibah.

Pada saat itu puncak Gunung Salak telah tertutup kabut, tetapi kemungkinan masih ada celah. Berbekal keyakinan akan teknologi pesawatnya, pilot memberanikan diri memasukinya. Tetapi tak terduga-duga terjebak awan gelap, pilot kehilangan orientasi, terkena goncangan angin membuat pesawat terlalu rendah, akhirnya menumbuk tebing.

*****

Menumbuk secara telak dan tegak lurus terhadap tebing, menciptakan efek yang mengerikan. Sama seperti gedung bertingkat diruntuhkan, atau seperti mentimun dihempaskan tegak lurus ke tembok, membuatnya buyar secara sempurna. Seluruh badan pesawat, mulai dari hidung sampai ekor, merosot menghantam tebing pada titik yang sama. Itulah mengapa tak ada korban yang yang utuh. Seluruh bagian pesawat berikut penumpangnya terpencar menjadi serpihan.

Hal yang logis jika tumbukan pesawat mengakibatkan tebing di atasnya longsor. Hidung pesawat mungkin sedikit terbenam. Sedangkan pilotnya, karena dilindungi oleh kursi yang kokoh dan terikat sabuk pengaman, kemungkinan terpental bersama kursinya.Lalu tersangkut di pepohonan. Kursinya terlepas dan sabuk pengaman itu membuatnya tergantung.Petugas SAR yang melihatnya mengiranya pilot yang terjun payung.

Adapun ditemukannya radio ELB dalam kadaan utuh, itu suatu keberuntungan. Logikanya, tak ada benda bertahan utuh dengan hempasan sekuat itu, kecuali besi padat. Kotak hitam itu pun, betapa pun dilindungi dengan besi baja berlapis-lapis, kecil kemungkinan tidak penyok. Kalau sudah penyok, apa masih bisa diputar? Satu hal lagi yang menjadi pertanyaan konyol, siapa bisa jamin bahwa pesawat itu dilengkapi kotak hitam? Harap diketahui, banyak pesawat, terutama pesawat rakitan milik perorangan, tidak dilengkapi kotak hitam!

Pada prinsipnya, kotak itu tak perlu diributkan atau diperebutkan!

Mengenai identifikasi penumpang, adalah nyaris mustahil dapat disatukan kembali seorang demi seorang. Dengan kerusakan jasad seperti itu, bahkan batok kepala banyak yang tidak utuh, maka identifikasi menjadi sangat sulit. Sudah pasti banyak sisa-sisa jenazah yang tertinggal di lokasi kejadian, keburu menyatu dengan tanah. Dan serpihan-serpihan kecil yang berhasil dikumpulkan sangat potensial untuk saling tertukar.

Untuk itu penyelesaian terbaik sebenarnya adalah dengan pemakaman massal. Hanya ada dua tempat, di Indonesia dan di Rusia. Para ahli waris dapat menjiarahinya dengan satu keyakinan bahwa jasad keluarga mereka ada di makam itu.Namun penting pula diingat bahwa agama yang dianut para penumpang itu kemungkinan berbeda-beda. Itu mengakibatkan peziarah nantinya akan melaksanakan ritual yang berbeda-beda pula. Hendaknya perbedaan itu tidak mengurangi keakraban. Bahwa mereka semua telah menyambut takdir di tempat yang sama dengan cara yang sama pula.

Catatan Akhir: Uraian ini didasari pengalaman penulis di masa lalu menjadi penumpang Joy Flightpada rute yang sama. Mohon maaf kepada pihak-pihak yang tidak berkenan.

Selamat Malam, Kompasiana.

*****

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun