The general never late, but the corporals came to fast! Kalimat itu menggambarkan betapa martabat seorang jenderal dijunjung tinggi di kalangan kemiliteran. Jenderal tak pernah terlambat, tetapi anggotanya-lah yang datang terlalu cepat!. Tentu karena seorang jenderal dianggap memiliki pemahaman yang lebih komprehensif tentang taktik dan strategi perang. Di luar dunia kemiliteran, sesudah pensiun misalnya, seorang jenderal tetap dipercaya memiliki tanggungjawab besar terhadap bangsa dan negaranya.
[caption id="attachment_150218" align="alignleft" width="333" caption="Salah satu gambar yang menunjukkan bahwa laki-laki ini menggunakan seragam yang berbeda warnanya dengan pakaian loreng prajurit TNI (dari google)"][/caption] Tetapi Jenderal Saurip Kadi telah melakukan serangkaian tindakan bodoh. Di kesatuannya (TNI) ia dicap pengkhianat karena ikut memborbardir markasnya sendiri di awal reformasi dahulu, dan sekarang, ia terlibat peredaran video rekayasa yang sangat menguras enerji. Kalau tujuan awalnya hanya untuk mengalihkan perhatian publik dari kasus hukum Nunun Nurbaeti, maka sasaran itu telah terlampaui berpuluh kali lipat. Saurip Kadi malahan telah berhasil menghembuskan propaganda hitam yang berpotensi mengguncang stabilitas kehidupan berbangsa, sampai jauh ke pedalaman negeri ini.
Masa depan perkebunan sawit menjadi terganggu. Upaya-upaya untuk menarik investasi asing dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus menciptakan lapangan kerja, menemui batu sandungan. Saurip Kadi dengan jelas mengisyaratkan keinginannya agar perkebunan sawit itu ditutup. Hanya menyengsarakan rakyat kecil. Seruan semacam itu, dalam sejarahnya, sangat mudah menghimpun solidaritas rakyat keciil untuk bersama-sama membenci apa yang disuarakan itu.
Akibat panasnya situasi sekarang ini, beberapa pabrik pengolahan sawit di Sumsel dan Lampung telah berhenti beroperasi, entah untuk sementara atau untuk selamanya. Apabila ketegangan ini berlanjut, maka ratusan ton buah sawit milik masyarakat akan ikut terimbas, membusuk atau dibuang ke laut. Begitu pula dengan ratusan ribu tenaga kerja dan nafkah hidup keluarganya. Belum lagi kalau ketegangan ini ,menjalar sampai ke Medan dan Kalimantan. Apa kira-kira Saurip Kadi telah memiliki jalan keluarnya?
Situasi ini membuat eksistensi Saurip Kadi jadi misterius. Ia berpetualang atau memang bodoh.? Jenderal betulan atau jenderal abal-abal?
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H