Di sebuah pertemuan besar yang dihadiri ratusan orang, seorang guru bijak, yang terkenal dengan gaya penyampaian yang lugas dan penuh makna, sedang memberikan ceramah. Ia selalu berhasil membuat para hadirin merenung, tertawa, sekaligus belajar sesuatu yang mendalam. Hari itu, acaranya berlangsung di sebuah lapangan kecil, dikelilingi oleh pedagang kaki lima. Â
Di tengah keheningan para hadirin yang mendengarkan sang guru berbicara, tiba-tiba terdengar suara gaduh dari salah satu sudut. Rupanya, seorang pedagang teh keliling sedang berteriak menawarkan dagangannya. Ia berjalan mondar-mandir di antara para pendengar, tanpa memedulikan suasana. Â
Sang guru menghentikan ceramahnya. Semua mata tertuju pada pedagang itu, yang tampaknya tidak sadar bahwa ia menjadi pusat perhatian. Dengan senyuman, guru tersebut memanggilnya. Â
"Saudara, mari ke sini sebentar," ucap sang guru dengan nada ramah. Â
Pedagang itu mendekat, membawa termos dan gelas-gelas plastiknya. "Ada apa, Pak?" tanyanya polos. Â
Guru itu kemudian berkata dengan tenang, tetapi suaranya tegas. "Apa yang sedang kamu jual, kawan?" Â
"Teh, Pak. Untuk pelepas dahaga," jawab si pedagang. Â
Guru itu mengangguk. "Hebat sekali. Kamu berjualan di tengah keramaian seperti ini, tapi tahukah kamu apa yang sedang kami lakukan di sini?" Â
Pedagang itu tampak bingung. "Ceramah, Pak?" Â
Sang guru tersenyum. "Benar. Kami sedang belajar tentang kehidupan, tentang adab, tentang menghargai sesama. Tapi sepertinya kamu lebih sibuk menawarkan teh daripada mendengarkan apa yang mungkin bisa membantumu menjadi lebih baik. Apakah teh itu lebih penting daripada pengetahuan?" Â
Pedagang itu terdiam. Suasana menjadi hening. Guru itu melanjutkan, kali ini dengan nada yang lebih lembut. Â